Minggu, 30 November 2014

Yes, they are..


Taukah seberapa besar cintaku kepada orangtuaku? 
Aku sangat sangat mencintai mereka. Sangat.
Tapi cintaku ke mereka tidak ada apa-apanya dibanding cinta mereka kepadaku.
"Allah, saat ini keinginanku hanyalah ingin membuat mereka tersenyum dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar, itu saja. Aku tak punya apa-apa untuk dipamerkan, aku juga tak punya kelebihan yang bisa dibanggakan. Tapi bantu aku menjaga mereka dengan keterbatasanku, membuat mereka bahagia dengan segala kelemahanku."


Maybe we will grow up, but our parents will grow old.
Birrul walidayn

Senin, 03 November 2014

Mas A

              Hidup ini sangatlah indah, semua berkat DIA Yang Maha Segalanya.

Bersyukur memiliki keluarga sederhana namun tak pernah merasa kekurangan. Begitu juga aku sangat bahagia memiliki saudara kandung yang begitu membanggakan, mas Azhar Aulia Saputra :’) Dari dulu, masku ini punya banyak cerita yang sering kali bila diingat selalu bisa membuat orang lain tertawa, selalu bisa membuat orang lain rindu, begitu juga denganku, yang kini ku rasakan, rindu.


Mas waktu kecil



            Mas dulu suka sekali makan es krim tiap sore sambil melihat sapi-sapi yang sedang lewat di depan rumah kontrakan terdahulu, atau jika tidak ada sapi, melihat “lori” (kereta tebu) sudah seperti kewajiban bersama bapakku.
            Mas dulu suka sekali menghilang, travelling mengikuti drumband hingga sampai ujung pasar yang jaraknya cukup jauh dari rumah bagi anak sekecil dia, dan akhirnya tak tau arah jalan pulang (eaa kayak butiran debu aja :p ). Anehnya masku ini bisa balik ke rumah dengan keadaan sehat wal’afiat. Tidak kaget kalau sekarang suka jalan-jalan dan mendaki gunung.
            Mas dulu waktu TK benar-benar polos, jujur sekali. Mas pernah bilang ke gurunya kalau gurunya itu jelek dan begitupun tulisannya. Tidak heran hingga saat ini, guru itu masih ingat dengan mas, begitu juga kata-katanya. Hahaha.
            Mas dulu juga ketika sekolah TK juga tidak pernah mau diantar oleh ibu ataupun bapakku, mas selalu berangkat pagi-pagi, tapi entah kenapa ibu sering mendapat laporan kalau mas sering terlambat masuk sekolah. Setelah ditelusuri ternyata mas ketika berangkat sekolah suka sekali mampir di kolam ikan di jalan menuju sekolahnya. Dengan posisi jongkok, mas sekedar melihat-lihat dan mengamati ikan. Entah apa yang ada dipikirannya. Ckckck
            Mas dulu waktu kecil suka sekali menyanyi lagu yang aku tidak tau judulnya, kurang lebih liriknya seperti ini “aduh buyung, mengapa lupa padaku, selama engkau dirantau, ku tunggu-tunggu dirimu……………..” (dengan nada yang sedikit fals kata ibu). Hahaha anak sekecil itu bisa menyanyi seperti itu.
            Mas dulu waktu kecil cepat sekali sok akrab dengan orang lain, terutama orang tua. Semua laki-laki yang terlihat tua dipanggil pakde. Teringat waktu mas ilang dan tak tau arah jalan pulang (lagi), mas meminta bantuan orang untuk mengantarkannya pulang padahal mas tidak kenal sama sekali dengan orang itu. Ndak ada takut-takutnya emang masku ini. Ckckck.
            Mas dulu pernah dibelikan sepeda roda tiga. Sepeda yang seharusnya digunakan untuk bersepeda malah digunakan tidak sebagaimana semestinya. Sepedanya diseret lalu dinaikkan ke tempat tinggi, lalu dilepaskan hingga sepeda meluncur ke tempat yang rendah (pahamlah ya maksudku, silahkan dibayangkan :D ). Tidak salah kalau sepedanya cepat sekali rusak.
            Mas dulu waktu kecil seringkali membuang-buang mainannya ke dalam sumur, sehingga masku sering kali ditemukan di pinggir sumur. Tukang bakso yang lewat di depan rumah sering memergoki mas “anguk-anguk” sumur, dan karena tukang baksonya baik, mas dipindahkan dari pinggir sumur agar tidak masuk ke sumur itu. Ya ya ya, mungkin di sumur itu suatu saat nanti akan ditemukan fosil mainan anak-anak. Hahaha
            Mas dulu waktu kecil, tali pusarnya lamaaaa banget lepasnya, satu bulan lebih baru lepas, itu pun karena tidak sengaja dipaksa lepas. Orang-orang dulu berkata, kalau tali pusar lama lepasnya, maka dia akan menjadi seseorang yang “awetan”. Dan, see??? Ternyata itu hanyalah sebuah mitos. Dari cerita-ceritaku sebelum ini pastilah paham kenapa aku sebut mitos. Hehehe
            Mas dulu waktu SD, percaya nggak kalau pindah sekolah cuma gara-gara pengen bareng sama aku? haha (pedenya :p ). Mas dulu sekolah SD di SDN Kalitengah III, namun karena aku sekolah di SDN Kalitengah II, mas ikut-ikutan sekolah disana. Entah kenapa. -_-


Mas yang sayang adiknya (bukan begitu mas? :p )




            Aku dan masku begitu dekat mungkin karena orangtuaku selalu berkata, “Kalian hanya dua bersaudara, harus bisa saling menjaga, kalau bapak ibu sudah tidak ada, yang kalian punya ya hanya satu sama lain.” (selalu bikin netes airmata kalo inget kata-kata ini, selalu berhasil meyakinkan betapa berharganya sebuah persaudaraan antara kakak dan adik). Aku dan mas dari dulu 1 TK, 1 SD, 1 SMP, 1 SMA dan bahkan 1 Institusi.
            Mas dulu sering sekali mengajakku hujan-hujan, cari ikan di got waktu banjir, main lumpur di deket sungai, main kelereng, main petak umpet di rumah kosong yang gedhe banget. Dan yang paling aku inget yaitu main petak umpet, karena waktu itu, aku baru saja dibelikan sepatu kaca yang mirip kayak sepatu kacanya Cinderella. Dan aku pakai bermain petak umpet. Ah sialnya, sepatu kacanya raib, salah satunya masuk ke dalam lubang calon lubang WC. Dan alhasil sepatunya tidak sepasang lagi. Benar-benar mirip cerita Cinderella, bedanya, ga mungkin ada Pangeran baik hati yang menemukan sepatuku. Hiks. -_-
            Mas dulu waktu SD, ketika berangkat ke sekolah selalu bersama-sama. Bapak sengaja membelikan sepeda yang bisa dibuat boncengan. Mas selalu membonceng aku. Ya ndak enaknya menjadi yang dibonceng adalah selalu menggantungkan kepada yang membonceng. Masku orangnya cuek dan seloooow banget. Jadinya kalo terlambat ya udah jadi hal yang biasa, aku menggupuhi pun sudah tidak mempan -_-
            Mas dulu waktu aku diopname senang sekali menjengukku, dan selalu saja tidak mau pulang. Dan baru pulang ketika semua orang yang menjenguk pulang dan jam jenguk telah usai. Dan ketika masku aku pulang selalu berkata kepadaku, “Dek, nanti uang yang dikasih orang-orang dibagi dua sama aku ya.” Cegek kan? Sama, aku juga -_-
            Di rumahku ada kolam ikan yang cukup dalam, aku sering bermain-main di dekat kolam itu bersama mas dan teman-teman masku. Ingat sekali waktu itu, ketika aku bermain boneka, dan bonekanya jatuh ke dalam kolam, aku meminta mas mengambilkan bonekaku, tangan masku yang waktu itu masih pendek, tidak bisa menggapai bonekaku itu, dan akhirnya mas terjebur ke dalam kolam yang dalam. Aku menangis dan panik waktu itu melihat masku tercebur. Alhamdulillah nya waktu itu ada teman masku yang bisa menolong masku. Begitulah salah satu pengorbanan masku waktu aku kecil. So sweet ya? :p
            Beranjak dewasa, sampailah di masa SMA. Mas yang lumayan terkenal di sekolah dengan gayanya yang aneh, sering dipanggil “wawong”. Aku yang waktu itu masih sisba (siswa baru) dan mas sudah kelas 3 SMA, jadi bulan-bulanan teman-temannya masku. Ketika aku lewat kelas masku selalu dipanggil-panggil “wawing” (-_-). Untungnya hal tersebut hanya berlangsung tidak sampai satu tahun. Hal tersebut berakhir dengan bersalaman (mirip minal aidzinan waktu Lebaran) karena tradisi SMA ku yang sebelum UNAS harus berkeliling ke kelas-kelas untuk mohon doa restu dan meminta maaf.
            Semakin dewasa, aku sepertinya semakin dijaga oleh mas. Mas sering bilang, lebih tepatnya memarahi, “wis, ga usah dandan ayu-ayu, klambine ojok ketat-ketat, ojok mulih bengi-bengi” dan masih banyak lagi. Selain itu, mas sering sekali kepo hapeku, baca-baca rahasiaku, dan sering sekali memaksaku cerita tentang kehidupanku. Tapiiiii, giliran aku kepo masku, mas bilang, “arek sek cilik ga oleh kepo orang yang lebih tua.” Aku dengan spontan bertanya, “ lha mas kok boleh kepo?”. Mas menjawab, “kalo orang lebih tua kepo yang lebih muda gapapa.” Hmmm…..mas nakalaaaaan!!! :@
Mas juga memang lelaki sejati, kalau aku di Surabaya lagi sedih, mas selalu datang. Mas juga sering membelikan aku makan ketika aku malas keluar kos, selalu membelikan obat ketika aku sakit, selalu mau jemput ketika aku minta jemput. Teringat ketika naik gunung Kelud, ketika melewati terowongan, mas memilih di belakang sambil memegangiku, karena katanya “Aku iso ndelok opo sing onok ndek ngarepmu, tapi aku gak iso ndelok opo sing ndek mburimu, aku ndek mburi ae.” Hmmmmm J. Begitupun juga ketika naik gunung Bromo, aku dilewatkan jalan yang tidak biasanya, mbrasak-mbrasak dan juga tidak lewat tangga untuk mencapai puncak. (Bisa bayangin naik gunung bagi pemula sepertiku dengan kemiringan yang terjal, berpasir dan berbatu pula?). Aku yang jarang olahraga melakukan seperti itu tentu saja merasa kesulitan, kesulitan berjalan dan kesulitan bernapas tentunya. Aku sedikit-sedikit minta istirahat. Mas yang aku pegangi daritadi seraya menarikmu menuju atas seperti tidak merasakan kelelahan sama sekali. Melihat aku yang kesusahan bernapas, mas meminta barang-barangku untuk dibawanya, dan melepas jaket agar lebih leluasa bernapas. Tetapi tetap saja sulit. Aku tetap sering minta istirahat. Mas menyuruhku meminum teh yang aku bawa untuk menambah tenaga, masku juga terus memotivasi “ayo dek, kurang sedikit, itu lho puncak e, itu liaten ta anak kecil aja kuat, masa kamu ga kuat?” kata-kata itu seperti lecutan untuk segera memulai perjalanan. Dan akhirnyaaaaa…sampai di puncak, legaaa…hilang semua kelelahan. Begitupun ketika turun dari gunung, medannya juga terjal. Mas memintaku untuk terus memegangi kedua bahunya, dan mengikuti langkah gerak kakinya. Pasir-pasir yang jarang dilewati orang itu kini tersisa bekas jejak-jejak langkah kita. Dan sesampainya di tempat parkir Hartop, aku baru sadar, kerudung tebalku yang aku jadikan syal hilang, jatuh entah dimana. Padahal kerudung itu aku suka banget dan hadiah dari bapak :’(. Tidak hanya itu, pernah merasakan menaiki Hartop? Sensasinya seperti naik wahana bukan? Aku waktu itu duduk di depan bersama mas. Karena Hartopnya goyang-goyang dan nggak bisa selow, aku hampir saja “ketatap” sana sini. Oleh karena itu, masku dengan sigap memegangi tangan dan badanku. Terasa dilindungi (banget).

                Hmm apalagi ya? Mas juga laki-laki yang nggak pelit. Dari uang beasiswanya, aku pernah dibelikan jaket, jam tangan, softlens, dan sepatu. Teringat dulu waktu mas membelikan jam tangan, manis banget cara ngasihnya. Ketika aku bangun, tiba-tiba sudah ada jam tangan yang melingkar di tangan kiriku. Yaa…ternyata pelakunya adalah mas yang memasangkannya ketika aku tidur. Mas juga sering membelikanku kebab, es krim, coklat, pizza dan masih banyak lagi, meskipun itu adalah bentuk sogokan biar aku mau memijat masku. -_-


Bakat mas memang sudah terlihat sejak kecil.

            Mas sering sekali dibelikan mainan contohnya Tamiya, mas selalu membongkar pasang tamiyanya hingga bentuknya lain daripada yang lain, dan kecepatannya pun tidak kalah dengan yang lain. Dan alhasil, bisa jadi Tamiya yang seperti itu. Heran, anak SD sudah bisa modif -_-.
Selain itu juga, mas juga pernah dibelikan kapal-kapalan yang bisa berjalan di atas air menggunakan motor. Setelah beberapa lama, akhirnya kapal itu rusak. Mas membiarkan kapal itu berada di atas kolam ikan di rumah. Namun, setelah beberapa waktu kemudian, entah bagaimana kapal itu terlihat bisa berjalan lagi. Seiring dengan pertanyaan itu, ibu pun kebingungan mencari tutup toples yang hilang. Dan ternyata mas mengaku, tutup toplesnya sudah diiris-iris menggunakan pisau untuk dijadikan propeller. Ini masih SD padahal. Ckck
            Mas juga waktu SMA juga memodif motornya menjadi makin aneh, entah ini baik atau buruk. Hal inilah yang menjadikan mas terlihat sangat korak. Teman-teman SMA nya pernah underestimate ke mas, orang seperti ini bisa masuk kelas unggulan. Tetapi ke-underestimate-an itu semuanya hilang ketika mas mengerjakan soal fisika yang semua teman-temannya tidak bisa. Hmm keren kan? :p. Memang sejak dulu mas sudah cerdas sih. Waktu SD pernah masuk 15 besar olimpiade matematika nasional. SMP pun masuk 15 besar Olimpiade Fisika Tingkat Jawa-Bali. Selain itu, mas ketika SMA mendapatkan juara 1 Olimpiade Fisika Tingkat Kabupaten Sidoarjo. Hmmm ya itulah sebabnya mas masuk di PENS dengan jalur prestasi. Namun, sebelum nya pun mas juga masuk di ITT Bandung dengan beasiswa + laptop gratis. Hingga akhirnya memilih di PENS karena orangtua berat melepas mas jauh. Begitu juga denganku. Hiks.
            Bukan hanya itu, mas juga bisa membuat miniature rumah-rumahan bertingkat dari kayu, yang benar-benar mirip aslinya. Selain itu juga pernah membuat stadion yang benar-benar mirip aslinya bersama detail-detail rumputnya. Oleh karena itu, mas dahulu sempat bingung karena ingin masuk ke jurusan Teknik Sipil atau Arsitektur atau Teknik Elektro. Dan akhirnya mas sudah di Jepang.


Snapshot bersama mas


Ketawa lepas melihat hp hampir jatuh gara-gara buat foto :D



Foto lebaraaaaaan :D



Wisuda mas, jadi Pewee :p



best family :*




Padang savana, Bromo :)



Bromoo :D


menunggu turunnya kabut, Bromo :D




Pasir berbisik, Bromo


Puncak Bromo ;)


Mengantar mas berangkat ;(



foto-foto sebelum mas berangkat ;'(



            Aku sering bertanya, kenapa mas bisa seperti itu, mas menjawab, 
“Cari passionmu apa, Tekuni!”. 
Yaaa…semoga aku bisa paling nggak hampir sama kayak mas. meskipun aku tau itu akan sulit. Tidak ada salahnya kan untuk bermimpi? :) 
“Menjadi adikmu adalah beban moral bagiku, tetapi menjadi sepertimu adalah semangat terbesarku”
Doa, peluk, cium jauh dari aku, bapak dan ibu untuk mas yang jauh disana. Disni semuanya kangen, pean juga kan? Tetaplah jadi mas yang selalu aku banggakan. We love you :*



Minggu, 12 Oktober 2014

CINTA?


Apa itu cinta? Apa yang membuat seseorang jatuh cinta?

Aku akui, aku sulit jatuh cinta, bahkan selektif dan memiliki kriteria bermacam-macam dalam memilih seseorang yang akan dicintai. Tapi ketika cinta datang, aku tidak bisa berkata apa-apa, hanya hati yang bisa mengungkapkannya. Kriteria bukan menjadi soal, tidak ada di dalam dirinya pun aku bisa menerima apa adanya. Untuk mengelak pun hanya lidah yang bisa mengatakan tidak dengan malu-malu, tetapi bibir ini selalu saja memancarkan senyum simpul tak terhingga dan hati yang terus bergetar membuat tubuh terasa tak berdaya. Otak yang biasanya begitu realistis seakan terdikte untuk menjadi imajinatif sebagai imbasnya. Subhanallah, Yaa muqallibal quluub..begitu mudahnya Allah membolak-balikkan hati manusia.
Cinta itu fitrah, anugrah dari Allah. Begitupun cinta itu suci, harus dijaga kesuciannya agar tidak terkotori dengan hal-hal yang dilarang oleh Allah. Manusia terkadang lupa karena terbelenggu indahnya cinta, membuat segalanya buta. Namun bukanlah cinta yang membutakannya, tetapi setan yang hendak menjerumuskan kita. Biarkanlah cinta itu tetap fitrah dan suci pada awal dan akhirnya. Untuk itulah prinsip dalam hidup perlu aku buat. Memaknai cinta bukan sekedar kesenangan, tetapi dengan keimanan. Mengartikan cinta bukan hanya sesaat, tetapi hingga akhirat.
Mengapa kata cinta saat ini mudah sekali diucapkan meskipun ikatan keduanya sebenarnya masih “ya ya tidak tidak bisa jadi bisa jadi”, belum jelas, dan masih jadi tebak-tebakan manusia terhadap takdir-Nya?

Mengatakan cinta kepada seseorang ketika membaca puisi di depan kelas
Mengatakan cinta kepada seseorang di depan guru
Mengatakan cinta kepada seseorang sambil bersepeda lalu berteriak-teriak
Mengatakan cinta kepada seseorang melalui surat
Mengatakan cinta kepada seseorang menggunakan balon puisi cinta ala bahasa fisika
Mengatakan cinta kepada seseorang di jalan raya ketika lampu lalu lintas berwarna merah
Mengatakan cinta kepada seseorang ketika hujan gerimis
Mengatakan cinta kepada seseorang di bawah cahaya bulan purnama
Mengatakan cinta kepada seseorang melalui medsos
Mengatakan cinta kepada seseorang melalui orang lain
Mengatakan cinta kepada seseorang di bawah cahaya bulan purnama

Semuanya, tidak ada yang paling romantis, selain mengatakan cinta itu kepada orangtuaku, memintaku, lalu berjabat tangan dengan ayahku, kemudian ayahku berkata,

"Ankahtuka wa Zawwajtuka Makhtubataka Binti ....... alal Mahri ..... "

Dan engkau pun menjawab..

"Qobiltu Nikahaha wa Tazwijaha alal Mahril Madzkuur wa Radhiitu bihi, Wallahu Waliyut Taufiq."


Aku tidak butuh kata-kata manismu, aku juga tidak butuh janjimu kapan untuk mengatakan ikrar itu. 5 tahun lagi? 4 tahun lagi? 3 tahun lagi? 2 tahun lagi? 1 tahun lagi? Aku hanya perlu bukti. Bukti kesungguhan akan adanya ikrar itu. Ikrar yang tidak hanya dimintai pertanggungjawaban oleh orangtua maupun keluargaku, tetapi Allah yang Maha segalanya.  

BELUM SIAP?????

“Pergilah, lakukan yang terbaik untuk orang-orang yang kamu sayangi karena Allah, tunjukkan baktimu pada agama, keluarga dan bangsamu terlebih dahulu, aku tidak ingin mengganggumu."



Maaf, jika aku tidak menginginkan hubungan tanpa komitmen yang sah, hubungan yang tidak direstui Allah. Bukan bermaksud ingin terlihat sok suci atau sok alim, hanya saja aku ingin menjadi wanita baik-baik, melakukan yang terbaik untuk suamiku kelak, apapun yang bisa menjadikan dia yang pertama, aku ingin lakukan, sebisa mungkin. Aku ingin hanya dia lah laki-laki yang bukan keluargaku yang kelak paling aku istimewakan. Akankah itu kamu? Siapapun laki-laki itu, semoga dia kelak juga begitu terhadapku.
            Pergilah, belum tentu aku yang akan menjadi perhiasanmu, belum tentu aku yang terbaik untukmu. Buatlah istrimu adalah wanita yang paling bahagia mendapatkanmu. Aku disini pun begitu, akan berusaha memperbaiki diri, belajar menjadi hamba Allah yang baik, anak yang berbakti kepada orangtua, seseorang yang mampu membahagiakan keluarga, istri yang shalihah, ibu yang mampu menghasilkan generasi rabbani, menantu yang bisa dibanggakan oleh keluargamu dan manusia yang dapat bermanfaat bagi sekitarnya. Aamiin.
Jodoh. Hanya 1 kata. Tapi susah sekali bila diartikan secara tersurat makna dari kata ini,  yang pasti, jodoh adalah rahasia Allah dan janji-Nya. Jodoh tidak akan salah dan tidak akan tertukar. Aku percaya itu, sesuai seperti firman-Nya:

Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik.” (Qs. An Nur:26)

Sungguh, aku tidak menuntut lebih, aku hanya ingin suami yang terbaik untukku, dan aku yang terbaik untuk suamiku. Suami yang mampu membimbingku, dan aku akan berusaha menjadi pelengkap serta penyempurnanya. InsyaAllah.
Biarlah Allah yang akan menyingkap rahasia-Nya, tunggulah Allah memenuhi janji-Nya. Waktu akan menjawab semuanya. Karena aku tak ingin mendikte-Nya.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216)

Berusahalah, berdo’a, bersabar dan berserahlah. Begitu juga nasehat untukku.

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Allah Taala berfirman: Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku dan Aku selalu bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku pun akan mengingatnya dalam diri-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam suatu jemaah manusia, maka Aku pun akan mengingatnya dalam suatu kumpulan makhluk yang lebih baik dari mereka. Apabila dia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta. Apabila dia mendekati-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Dan apabila dia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari. (Kitab Sahih Muslim no. 4832) 


Akankah itu engkau? Wallahu A’lam..


Sidoarjo, Februari 2014

Selasa, 09 September 2014

Ibuku Rela :')

          Waktu cepat sekali berputar, tanpa terasa aku sebesar ini. Mengenal banyak orang, tetapi tak ada yang seistimewa selain mengenal sosok Ibu, seseorang pemilik rahim tempat ku dititipkan Allah pertama kali.

           Seseorang yang selalu membangunkanku setiap pagi, tanpa lelah naik turun tangga, rela keluar masuk kamar hingga aku benar-benar terbangun. Jika Ibu buru-buru ke pasar pun, Ibu selalu meneleponku hingga aku mengangkatnya dan bangun dari tempat tidur.

      Seseorang yang rela tidak makan agar anak-anaknya makan. Ketika kita sekeluarga makan bersama, dengan porsi yang sama, selalu saja ibu memberikan lauknya untuk anak-anaknya. Ketika ada makanan tetapi terbatas, ibu  selalu berkata, “Ini makanen, ibu sudah kenyang”. Padahal aku tau ibu belum makan sama sekali. Atau, jika tidak berkata seperti itu, ibu akan bilang seperti ini, “makanen dulu, kalo ndak habis, baru Ibu makan.”

      Seseorang yang menemaniku belajar, jam 2 pagi pun Ibu  rela duduk di sampingku untuk menyemangatiku belajar. Terkadang aku melihat ibu tertidur karena tidak kuat menahan kantuk, tapi bagiku itupun tak masalah, karena dengan melihat ibu berada di sampingku, itu sudah memberikan ketenangan dan semangat tersendiri.

         Seseorang yang rela menjemput anaknya ketika anaknya sakit. Ibu rela ijin tidak masuk kerja, dan lebih memilih pergi ke Surabaya, untuk memastikan keadaanku, dan menjemputku pulang untuk dirawat di rumah.

        Seseorang yang rela mengajariku mengaji, mengejakan satu demi satu, mengulang ayat demi ayat agar aku dapat memahaminya. Mengajariku shalat, shalat yang baik dan benar. Teringat sewaktu aku kecil, sudah diajak shalat berjamaah bersama, ketika tahiyatul akhir, aku memegang telunjuk ibu, untuk mengetahui apa yang dilakukan telunjuk ibu, dan dengan polos bertanya, “Jari ibu kenapa? ngapain kok gitu” dan pertanyaan aneh lain lagi, “Ibu, kalo doa shalat nya pake lagu balonku apa boleh?” Benar-benar masih polos, namun masih terngiang hingga sekarang dan membuat tertawa sendiri.

         Seseorang yang paling  khawatir ketika anak-anaknya sedang ada masalah, mungkin ini lah mengapa Ibu sering dibilang cerewet, tapi bagiku tidak, bagiku khawatir Ibu adalah ketulusan yang terungkap secara berlebih, bukan berlebihan. Teringat ketika aku akan pergi KP, ibu membelikanku obat maag hingga 10 kaplet, membelikanku vitamin C, menanyakan terus menerus apakah sudah dapat tiket kereta, apakah sudah koordinasi dengan teman-temanku, hingga membawakanku makanan dan memasaknya ketika malam hari karena esok pagi aku sudah berangkat dan masih banyak lagi. Teringat cerita lucu, ketika aku dulu masih kecil, aku suka sekali menggambar, sprei sering kali aku coret-coret tidak jelas, badanku pun tidak luput menjadi lahan untuk menggambar. Secara polos, aku memberi bintik-bintik merah di badanku menggunakan spidol merah yang kemudian dicampur spidol biru, kemudian aku tinggal tidur tanpa membersihkannya. Ibu yang membangunkanku tiba-tiba tersentak kaget dan sempat akan membawaku ke puskesmas karena mengira aku terkena demam berdarah, setelah aku terbangun, aku baru mengatakan bahwa ini karya gambaran tanganku. 
(hehe nakal ya aku waktu kecil? :p )

Seseorang itu adalah IBUKU..IBUKU..IBUKU..



Dan masih banyak lagi yang ibu rela lakukan…

           Aku tidak setuju ketika banyak orang berkata bahwa ibu yang bekerja tidak dapat merawat dan mendidik anaknya sebaik ibu yang tidak bekerja. Sama sekali tidak setuju. Justru dengan begitu ibu mengajarkanku untuk lebih mandiri, Ketika bapak dan ibu belum pulang bekerja ketika makan siang, aku memasak sendiri karena Ibuku telah mengajarinya jauh-jauh hari. Ketika Ibu tidak sempat menyetrika baju seragamku karena pagi-pagi harus berangkat bekerja, Ibu mengajariku menyeterika baju jauh-jauh sebelum hal itu,

Aku ingin menjadi IBU seperti IBUKU…



            Ibu yang selalu mengajariku kesederhanaan, kelembutan, kerja keras, mandiri, tidak manja, dan taat agama. Ibu yang selalu menjaga romantisme bersama Bapak, sering menyuapi Bapakku, menemani Bapak berobat ke rumah sakit, mengantarkan kemanapun Bapak mau, sering kali pergi berdua, seperti selalu pacaran setiap hari. Ibu yang selalu mengerti sifat Bapak tanpa mengeluh dan selalu tersenyum. Senyum Ibu yang meneduhkan, ciuman yang menenangkan, dan pelukan yang menghangatkan. Cinta itu selalu terpancar tanpa ibu mengatakannya.

         Aku akan selalu rindu sapaan ibu ini kepadaku, “anak cantik” (padahal sebenarnya tidak cantik), memelukku, lalu menciumku. Jika aku pulang dari Surabaya, pertanyaan ibu selalu “sudah makan?” Betapa beruntungnya aku memiliki Ibu sebaik dan setulus ini. 


            Pernah mendengarkan lagu mother yang dinyanyikan oleh SEAMO yang berasal dari Jepang? lagu ini selalu membuatku rindu ibu, namun bisa menjadi obat penumbuh semangat, bila diartikan ke dalam bahasa Inggris, kurang lebih liriknya seperti ini..


Hi Mother, Dear Mother, how are you doing?
Sorry I haven’t called recently, I’m getting by okay…
*Your body is small and so are your hands
White hairs are mixed in and you’ve grown more genial
But to me you’re still bigger than anything, stronger than anyone
I want to tell my kids about this love that supported me

Even though I grow impatient when I’m near you
When you’re far away from me I grow lonely
That’s who you are to me, you can cut through any problem and solve it
And you have the most patience and toughness of anyone I know
You would always be concerned over my well-being before your own

Cooking, doing the laundry, cleaning, raising a child
You even worked during your free time
You would only require things from the lowest places
I didn’t understand even though it was so obvious
It wasn’t until I started living by myself that I understood
Whenever I think of how much you’ve accomplished
And how hard it must have been, I feel like I can try my best today

I’d say, “Wake me up at seven a.m.”
And you would wake me up right on time
But I would be unfair to you
And say the words “shut up” while I was still half-asleep
This was the daily routine
You never made one tired face
And woke me up every day
Warmer and more accurately than any alarm clock

But then one day I skipped school and said, “I don’t wanna go”
I wouldn’t leave my futon and you stood in front of me
Hid your face with both hands and cried loudly
I also felt sad and cried
At that time I blamed myself wondering, “How could I be so stupid?”

Your body is small and so are your hands
White hairs are mixed in and you’ve grown more genial
But to me you’re still bigger than anything, stronger than anyone
I give you thanks for this love that supported me, my mother

I know there’s nothing more painful in the world
Than a parent burying their child
So I’ll make sure it never happens
Even if I only live one second longer than you
I’ll make sure of it…

I’m glad I’m your child
I’m glad you’re my mother
And that won’t ever change
It won’t ever change for all time
Because I am the very image of you…

Be my mother forever
Be well forever
You still have one more job left to do
And that’s to accept your son’s love and respect for you…

"Ibu, maybe I am not good to say “I love you”, but, hope you know when I kiss you, I hug you, it’s show you, how I love you more than all words of love in the world."


Robbighfir lii wa li waalidayya warhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiiroo...aamiin :)

Selasa, 03 Juni 2014

Allah, aku titipkan dia pada-Mu



Salahkah bila seorang perempuan yang terlihat polos dan tidak memiliki pengetahuan yang lebih memiliki prinsip yang begitu kuat?
Salahkah bila seorang perempuan yang biasa-biasa saja ingin melakukan yang terbaik dan mendapatkan yang terbaik?
Maaf jika seorang perempuan itu menyakiti banyak orang hanya karena prinsip dan keegoisannya.
Sama sekali tidak bermaksud seperti itu.
Allah, aku titipkan dia pada-Mu.
Doa yang selalu aku panjatkan semoga sampai padanya.
Aku pasrahkan semua pada-MU, semoga dia juga begitu.

Sabtu, 12 April 2014

Pejuang Sejati

Pejuang sejati

Pejuang sejati tidak lahir dari egoisme mimpi
Tetapi pejuang sejati lahir dari mimpi yang suci
Pejuang sejati tidak akan hadir tanpa aral yang menghampiri
Tetapi pejuang sejati hadir untuk berani menghadapi
Pejuang sejati bukan berada di depan untuk eksis sendiri
Tetapi pejuang sejati ada dimanapun untuk mengayomi
Pejuang sejati bukan membahagiakan diri sendiri
Tetapi pejuang sejati membahagiakan orang lain dengan tangannya sendiri
Pejuang sejati tidak ingin dihormati apalagi diapresiasi
Tetapi pejuang sejati rela mengabdi dengan setulus hati
Pejuang sejati tidak sekedar mengumbar janji
Tetapi pejuang sejati berkomitmen memberi bukti
Pejuang sejati tidak akan tenggelam lalu pergi
Tetapi pejuang sejati senantiasa terbit untuk menemani
Pejuang sejati tidak akan takut mati
Tetapi pejuang sejati rela mati demi kebenaran yang hakiki

Wahai pejuang sejati..
Tetaplah semangat seperti bara api..
Janganlah khawatir,.janganlah bersedih hati..
Kalian tidak sendiri..
Ada aku disini..




Ini bukan tentang tugasku itu dan tugasmu ini…
Tetapi ini tentang tugas kita menjadi pejuang yang tak kenal letih membangun negeri..

Terkhusus untuk sahabat-sahabat, adik-adikku di sebuah keluarga organisasi kecil namun menginspirasi.



Senin, 17 Maret 2014

Untuk Bapakku tersayang

Untuk Bapakku tersayang

Entah harus memulai darimana untuk bercerita,..

Tanpa ku awali, namun sudah kudapati semenjak aku dilahirkan di dunia, keluargaku…rumah teristimewaku,..



Bapak..

            Teringat ketika Bapak mengajariku naik sepeda roda 2 dengan tambahan 2 roda di samping kiri dan kanan, Bapak mendorong sepedaku, memegangiku agar aku tidak terjatuh. Ketika aku sudah mulai lancar bersepeda, Bapak ikut berlari mengejarku, sekali lagi agar aku tidak terjatuh. Ketika Bapak tahu kalau sepeda ku akan menabrak pembatas jalan, Bapakku dengan cepat berlari, segera menggendongku dan memindahkanku dari atas sepeda, dan lagi-lagi agar aku tidak terjatuh.
      Teringkat ketika aku berangkat ke sekolah pertama kali menggunakan sepeda motor. Bapak mengikutiku dari belakang hingga sampai di depan sekolah. Aku mengira Bapak akan kembali ketika sampai di tengah jalan, karena Bapak harus segera berangkat bekerja saat itu. Ternyata tidak, bapak masih mengikutiku hingga aku masuk di gerbang sekolah, padahal jarak rumahku cukup jauh sekitar 10km sehingga membutuhkan waktu 40 menit untuk pulang-pergi dari rumah. Bapak tidak pernah berkata lelah kepadaku. Bapak juga selalu mengingatkanku agar tidak menyetir motor di atas kecepatan 40km/jam. Meskipun aku sering kali nakal dengan mengemudikan sepeda motorku di atas itu, bahkan 2 kali lipatnya.
          Teringat ketika aku belum pulang pukul 8 malam, Bapak meneleponku berkali-kali untuk menanyakan keberadaanku, menyuruhku untuk segera pulang. Dan ketika aku sudah kuliah, sering kali aku pulang lebih dari jam 9 malam bahkan jam 11 pun pernah. Bapak akan selalu marah, tapi aku tahu, itu karena Bapak tidak ingin melihatku kenapa-kenapa. Terlebih Bapak sering mendengar berita penculikan, penjambretan yang tidak segan melukai bahkan membunuh korbannya. Bapak bilang, “Bapak gak masalah sepedamu, gak masalah laptop yang kamu bawa, tapi nek kamu yang kenapa-kenapa, Bapak yang gak rela, keselamatan anak perempuan Bapak satu-satunya, gak bisa diganti sama uang sebanyak apapun.” Ya Allah…saya sungguh keterlaluan jika selalu membuat Bapak sekhawatir itu.
         Teringat ketika aku sering tertidur di depan televisi, Bapak selalu menggendongku, memindahkanku ke tempat tidurku, agar tidurku lebih nyenyak. Bapak juga selalu ‘menyebleki’ nyamuk-nyamuk yang menghinggapiku ketika aku tidur, Bapak tidak ingin kenyamanan tidurku terganggu karena gigitan nyamuk itu.
         Teringat ketika aku berbuat kesalahan, sehingga membuat Bapak marah. Aku pun menangis dan terlihat canggung ketika bertemu Bapak. Bapak dengan lembutnya membelikanku sesuatu yang aku sukai kemudian meminta maaf karena telah memarahiku dan dengan nada rendah menasehatiku agar tidak mengulanginya. Bapak, begitu lembut perasaannya, mudah  merasa bersalah, padahal akulah yang memang bersalah.
         Teringat ketika Bapak selalu mengecek keadaan sepeda motorku sebelum aku berangkat ke Surabaya, mencoba rem, melihat bensin, menekan-nekan ban dan masih banyak lagi, memastikan anak perempuannya selamat dalam perjalanan menuju Surabaya. Jika ada yang tidak beres dengan sepeda motorku, Bapak selalu berusaha memperbaiki semampunya. Jika tidak dapat diselesaikannya, maka Bapak selalu menyuruhku menggunakan motor ibuku terlebih dahulu. Ya, agar anak perempuannya ini baik-baik saja di perjalanan.
         Teringat ketika Bapak menceritakan kehidupannya yang tidak seberuntung aku dan masku kini. Bapak ketika sekolah hanya mendapat uang saku yang pas-pasan untuk naik bis pulang-pergi, pernah sesekali Bapak tidak punya uang untuk pulang naik bis, namun Bapak nekat naik bis dan akhirnya tidak diusir karena merasa iba ke Bapak. Uangnya habis hanya karena Bapak merasa lapar dan ingin sekali membeli ote-ote yang dibeli teman-temannya.Lain cerita lagi, ketika celana atau bajunya robek, tidak ada celana atau baju baru. Bahkan ada yang memperbaikinya saja tidak. Bapak harus menjahitnya sendiri, jarum dan benang saja harus meminjam ke Pakdhe dan Budhenya. Bapak memakan makanan yang hampir basi itu sudah biasa, untuk mengeluh saja bahkan Bapak tidak berani. Bapak tidur di luar rumah juga sudah menjadi hal yang lumrah karena pintu telah dikunci. Hal itu disebabkan hanya karena Bapak terlambat masuk rumah beberapa menit untuk melihat wayang yang memang sering diadakan di desanya. Ya, memang Bapakku dididik secara keras oleh neneknya. Untuk mengambil sedikit hati neneknya saja harus bercocok tanam, menanam bunga, dan buah-buahan. Berbeda denganku dan masku sekarang. Aku memang manusia yang kurang bersyukur. Ketika aku menangis karena masalah sekolah atau yang lainnya, Bapak selalu menyemangatiku untuk bangkit, kata-kata yang selalu aku ingat, “Bapak aja yang dulu sebatang kara tidak punya siapa-siapa yang dibuat sandaran aja bisa jadi kayak gini, masa kamu yang punya Bapak, Ibu sama Mas yang selalu ada buat kamu tapi kamu pesimis dan gak bersemangat lagi?” Ya Allah, sungguh hamba seseorang yang tidak pandai bersyukur, jika harus mengeluh dan pesimis dengan keadaan.  Mendengar kata-kata bapakku itu, rasanya seperti tersulut api semangat yang membara.
             Teringat cerita Bapak ketika menikah dengan Ibuku dengan uang pas-pas an, tempat pelaminan saja harus didekorasi sendiri oleh Bapak, dan berkata jikalau uangnya lebih baik ditabung untuk kehidupan selanjutnya daripada harus membayar pekerja yang sebenarnya bisa dilakukan sendiri oleh Bapak. Bapak dan Ibu benar-benar memulai semuanya dari nol, bekerja keras hingga jadi seperti ini. Ya inilah romantisme perjuangan suami istri.    
Teringat ketika aku di Surabaya, dan aku mengirim sms ke bapakku yang isinya hanya, “Pak…”. Bapak langsung meneleponku karena tahu jika aku sudah mengirim sms seperti itu, berarti keadaanku sedang tidak baik. Bapak menanyakan keadaanku, meskipun aku berkata tidak apa-apa, Bapak selalu memberiku semangat, bahkan sering sekali mengirim Masku untuk menghiburku, entah hanya menemani makan atau datang di depan kos.
Teringat cerita ibuku saat Bapakku terbangun secara tiba-tiba dan menuju ke teras. Bapak berkata seperti mendengar suaraku memanggil Bapak, persis gaya khasku ketika memanggil Bapak dan Ibu ketika pulang dari Surabaya. Ya, Bapak memang seseorang yang mudah sekali rindu, apalagi ke anak-anaknya. Pernah ketika pagi di hari Senin aku berangkat ke Surabaya dan malamnya Bapak sudah sms bertanya kapan aku akan pulang. Hehe lucu, padahal belum 24 jam tidak bertemu denganku. Mungkin sifat itu juga yang menurun kepadaku. Sehingga aku sering sekali pulang ke rumah.
Teringat ketika dulu waktu aku kecil dan Ibu masih harus kuliah dan baru pulang sore hari, Bapaklah yang menyisiri rambutku, menguncir rambutku, dan memberinya minyak rambut agar rambutku menjadi bagus. Bapak jugalah yang mendandaniku ketika ada temanku yang ulang tahun. Karena masih anak kecil, bapak hanya memberiku bedak. Dan agar mataku terlihat lebih indah, bapakku berniat memberi garis mata. Namun apa daya, ternyata pensil alis mata ibuku entah ada dimana, sehingga menggunakan Pensil 2B pun jadi. Meskipun susah, namun ternyata bisa. Haha.
Teringat ketika Bapak menyuruhku untuk shalat berjamaah di Masjid bersama. Bapak sering kali marah jika aku menunda-nunda shalat. Bapak jugalah yang selalu mengajariku loyal kepada orang lain. Bapak selalu berkata, rejeki itu sudah ada yang mengatur, ngapain pake iri-iri. Kalau sudah bekerja secara halal, insyaAllah barokah semuanya, tidak perlu takut kekurangan.
Teringat ketika Bapak sering kali membeli permen dan jajanan anak kecil. Ya bapak sangat suka sekali dengan anak kecil, di rumah pun sering kali dipanggil Pak Puh oleh anak-anak kecil. Ketika Bapak menyiram tanaman pun, anak-anak itu sering kali menggoda Bapakku agar disiram, dan ketika disiram mereka pun makin senang. Anak-anak kecil itu juga sering kali main ke rumahku, sehingga Bapak menyediakan makanan itu.  Itu juga yang menyebabkan aku menyukai anak-anak, bahkan ingin mempunyai adik.
Teringat ketika aku berkata kalau aku ini jelek dan membanding-bandingkan dengan yang lain, Bapaklah yang berkata bahwa aku adalah perempuan tercantik bersama Ibuku, anak perempuannya yang akan menjadi putri kecilnya yang selalu Bapak sayang, nggak perlu iri sama yang lain, dan harus bersyukur. Rasanya sangat menenangkanku, meskipun aku tau, banyak yang lebih cantik. Namun bagiku, Allah dan keluargaku saja cukup.

Dan masih banyak lagi cerita mengenai Bapak kesayanganku ini…

         Ketika aku SMP, aku bersekolah di tempat Bapak dan Ibuku bekerja. Kala itu aku sedang menikmati istirahat sekolah, tiba-tiba aku dipanggil guruku dan berkata jikalau Bapakku masuk UGD karena sesak nafas. Karena waktu itu aku masih sangat polos, aku sangat bertanya-tanya ada apa dengan Bapakku, padahal yang mempunyai sesak nafas adalah masku. Aku terus berpikir hingga pulang sekolah. Berpikirku pun semakin keras karena guru-guruku yang lain semakin perhatian dengan ku dan masku dengan mengajak kami pulang bersama, namun kami menolak dan lebih memilih naik len seperti biasanya. Setelah sampai rumah, aku dan masku masih tetap bingung karena ada banyak orang di depan rumahku untuk menanyakan keadaan Bapakku. Aku yang masih bingung hanya menunggu kabar dari Ibuku. Ternyata ibuku berkata Bapak akan pulang jadi kami tidak perlu menyusul ke rumah sakit. Ketika sore hari, Bapakku benar-benar pulang, namun keadaannya belum juga membaik. Sedih, benar-benar sedih. Banyak tetangga yang datang menjenguk dan memberikan saran agar rasa sakitnya berkurang. Aku pada saat itu jujur tidak berani mendekati Bapakku, karena pasti aku akan menangis, tapi aku tidak ingin Bapak melihatku menangis, karena itu akan menambah bebannya. Aku hanya melihat Bapak dari balik pintu. Karena keadaan Bapak tidak juga membaik, Ibu memutuskan untuk membawa ke dokter terdekat. Dan aku semakin tidak bisa menyembuyikan kesedihanku ketika dokter berkata, “Kematian itu bisa menjemput kapan saja, detik ini pun bisa, jadi sebelum terlambat mending segera dibawa ke rumah sakit”. Ibu mendengar kata dokter dan membawa Bapak ke rumah sakit dibantu oleh tetangga-tetanggaku. Aku disuruh Ibu menunggu di rumah bersama mas dan tanteku. Berjam-jam gelisah, dan akhirnya pukul 01.00WIB dini hari, tetanggaku yang mengantar tadi pulang tanpa Ibu dan Bapakku, dan berkata, “Bapak sudah ndak kenapa-kenapa, Ibu pesen kalian ndang tidur, ke rumah sakitnya setelah kalian pulang sekolah saja” (maklum waktu itu masih belum punya HP). Aku sudah mulai tenang karena disana pasti sudah ditangani oleh para ahli. Dan Alhamdulillah, ketika aku ke rumah sakit, aku melihat Bapak sudah bisa tersenyum meskipun harus menggunakan kursi roda ketika perjalanan jauh. Dan setelah diteliti, ternyata Bapak terkena serangan jantung mendadak. Sehingga seumur hidupnya harus meminum obat karena tidak ingin dioperasi dengan resiko keberhasilan 50:50. Dan Alhamdulillah, Allah masih menyelamatkan beliau hingga sekarang.
            Karena itu, aku sering kali takut meninggalkan kedua orang tuaku. Pernah ketika setahun yang lalu, keadaan Bapak memburuk lagi, tekanan darah mencapai 200. Menakutkan. Aku harus membonceng Bapak dengan kecepatan 20km/jam, Bapak berkata, “Jangan banter-banter, Bapak Nggliyeng”. Aku yang bermaksud agar segera sampai rumah sakit, menurunkan kecepatanku karena Bapak memegangiku semakin kencang. Aku takut Bapak terjatuh kala itu. Dan Alhamdulillah selamat hingga rumah sakit. Bapak ke rumah sakit hanya bermaksud control kesehatan. Ibuku yang sudah berada di rumah sakit langsung membawa Bapak ke poli Jantung. Dan seperti biasa Poli Jantung sangat ramai sehingga harus antri. Dan tiba waktunya Bapakku, dokter berkata bahwa Bapak harus diopname. Aku yang pada saat itu harus berangkat ke Surabaya rasanya tidak rela meninggalkan Bapakku, dengan airmata yang hampir menetes, aku mencium tangan Bapakku yang tengah duduk bersandar yang wajah yang lesu. Ketika di perjalanan, sungguh perasaanku tidak tenang, airmata sudah menetes kemana-mana, membayangkan keadaan Bapak. jikalau ke Surabaya bukanlah kewajiban maka aku tidak akan berangkat. Setelah urusanku di Surabaya selesai, aku langsung buru-buru ke Sidoarjo untuk melihat keadaan Bapak. Dan Alhamdulillah Bapak sudah lebih baik karena sudah ditangani oleh ahlinya.
          Karena keadaan inilah aku sering sekali pulang ke rumah, mungkin hanya untuk melihat senyum Bapak dan Ibu, aku sudah senang. Ketika banyak teman-teman bertanya, “Ngapain to sering pulang? Bikin capek aja, buang-buang waktu di jalan” atau ada juga yang bilang “Jangan sering-sering pulang kenapa, semakin sering kamu di jalan, maka presentase kecelakaan akan lebih besar” atau juga yang bilang “Manja iki, dikit-dikit pulang.” Sungguh aku tidak peduli perkataan mereka. Aku hanya ingin menjaga orangtuaku dengan caraku, melihat orangtuaku bahagia karena aku tau mereka senang jika aku pulang. Kelelahan itu, tidak ada artinya jika dibandingkan pengorbanan mereka. Jika aku diijinkan menyanyi, maka lagu inilah yang tepat buat mereka.
“Kau jadi inspirasiku, semangat hidupku...”

Mungkin aku bukanlah orang yang mudah mengatakan sayang secara langsung, mungkin juga terlalu gengsi. Namun semoga tulisan ini dapat menyampaikan semuanya, semoga Bapak tahu bahwa,..

“Bapak, aku sangat mencintaimu,…..”



“tetaplah kuat, seperti Bapak yang selalu menguatkanku, semoga Allah segera mengangkat rasa sakit yang Bapak rasa.”



Sabella Nisa Saputra,
Putri kecil kesayanganmu

Sabtu, 01 Februari 2014


Mengenang PIMNAS 25 Part 2 :)


PIMNAS merupakan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional yang merupakan puncak acara dari pelaksanaan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). PKM tersebut dibagi menjadi PKM M, PKM P, PKM T, PKM K, PKMKC dan PKM GT. Dan pada kesempatan itu, aku dan Jona diamanahi untuk mengkoordinir peserta PKM KC dengan jumlah 16 tim, sehingga masing-masing mendapatkan 8 tim untuk dikoordinir. Tugasku adalah men-jarkom segala info mengenai PIMNAS dan mengondisikan peserta saat di tempat PIMNAS yaitu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Tanggal 6 Juli 2012, merupakan tanggal keberangkatan kami. Pukul 16.00 WIB, panitia harus sudah berada di BAAK untuk persiapan keberangkatan, sedangkan peserta diharuskan datang pukul 19.00 WIB. Peserta yang belum datang setelah pukul 19.00 WIB, panitia wajib menelponnya untuk menanyakan kabar dan menyuruhnya untuk segera datang. Masih teringat kala itu, ketika menelpon salah satu peserta PIMNAS yang belum datang, dengan nadaku yang sedikit ‘menggupuhi’, mereka menjawab dengan sangat tergesa-gesa, ‘iya mbak, ini sudah naik becak bertiga menuju ke BAAK, tunggu ya, ini bawa prototype juga jadi susah”. Betapa merasa bersalahnya aku karena mendengar mereka menderita (hehe sebenernya lucu juga sih ^^v).  Persiapan keberangkatan yang dilakukan diantaranya yaitu fiksasi poster PIMNAS, alat dan prototype dari tim yang membawanya dan barang-barang yang akan dipamerkan saat GKM di UMY. Masih teringat sekali, aku dan Jona mengurusi poster yang bingung harus ditata dan dibawa dengan bentuk bagaimana agar poster itu tidak rusak. Di jadwal yang telah direncanakan, keberangkatan dilakukan pukul 21.00 WIB, tetapi karena bis terlambat sehingga kami baru berangkat pukul 00.00 WIB. Namun hal tersebut tidak mengurangi semangat panitia dan peserta untuk berangkat ke Jogja. Saat itu, aku naik di bis 5 bersama Mas Wegan. Saat di bis pekerjaan ku hanyalah membagi konsumsi, setelah itu kembali beristirahat agar keesokan harinya dapat fit kembali. Saat di bis, aku tidak bisa tidur, karena memang aku tidak bisa tidur kecuali dalam keadaan benar-benar nyaman. Di perjalanan, panitia masih berkomunikasi via sms. Masih ingat saat itu, Mbak Ani sangat perhatian dan menyuruhku untuk segera beristirahat, padahal pada waktu itu aku belum akrab dengan Mbak Ani (hmm, so sweet J ).
Delapan jam perjalanan Surabaya-Jogja, akhirnya pukul 08.00 WIB kami sampai di rumah makan (lupa namanya :p). Saat itu, panitia sarapan bersama di satu meja. Kami mengobrol bagaimana pengalaman di bis tadi malam,  bus ku sepertinya adalah bus yang paling tentram, karena tidak ada masalah, Alhamdulillah. Jona di bus nya harus berdiri hingga beberapa saat karena kursinya sudah penuh sehingga harus diungsikan ke bus lain. Di bus lain, ada juga penumpang gelap yang menyelundup masuk bis (bukan peserta asli), tetapi hal tersebut sudah dikonfirmasi dan mereka diperbolehkan ikut dalam rombongan. Selain itu, ada cerita lain yang membuat kami tertawa terpingkal-pingkal saat sarapan, yaitu cerita tentang posisi tidur Mas Bintang yang aneh, lucu dan mesra ketika bersama Adit. Untuk bagaimana persisnya, mungkin biarlah menjadi rahasia umum bagi kami, yang apabila diingat akan menjadi penghilang stress (haha ngakak :D ). Setelah sarapan selesai, kami melanjutkan perjalanan menuju penginapan. Sekitar pukul 11.00 WIB kami sampai di penginapan. Penginapan tersebut lebih bisa disebut sebuah istana, karena bangunannya berdiri kokoh, megah, berwarna putih, dengan gaya bangunan eropa. Hotel tersebut merupakan hotel bintang 3 bernama Grand Palace Hotel. Ketika masuk ke dalamnya, terdapat kursi-kursi yang besar, tinggi, mirip kursi istana, di dalamnya pun terdapat kolam renang yang memiliki 2 ketinggian yang berbeda. Sungguh sangat banyak dana yang dikeluarkan ITS untu kemenangan ITS di PIMNAS 25, semua ini demi kenyamanan peserta. Penginapan ITS tidak digabung dengan universitas lain, karena ITS secara independen menyewa hotel sendiri.
Setelah peserta menaruh semua barang-barang ke dalam hotel, peserta kemudian dikumpulkan di dalam satu ruangan, dimana akan ada sambutan dari Bapak Herman Sasongko selaku PR I untuk mewakili Bapak Triyogi selaku Rektor karena berhalangan hadir. Bapak Herman memberikan motivasi agar para peserta bersemangat sehingga dapat mengharumkan nama ITS nantinya. Setelah itu, dilanjutkan dengan pengenalan yel-yel dari saudara Iwan, sehingga suasana yang awalnya hening, menjadi riang penuh dengan tawa, karena yel-yel yang dibuat Iwan, FTK-banget!. Begitu berani dan heboh, disertai dengan goyangan nguleg mirip gaya Sule ketika berjoget (haha coba bayangkan :D). Meskipun banyak yang tidak hafal, sudah terlihat kekompakan peserta dari kontingen ITS. Pada saat itu, kami optimis ITS akan mendapatkan gelar juara umum.
Sekitar pukul 13.00 WIB, panitia membagi kunci kamar sesuai tempat yang telah disediakan dan peserta diperbolehkan untuk beristirahat. Kamar yang disediakan begitu besar, kasur yang empuk, selimut yang tebal, AC, TV, kulkas yang berisi minuman, dan juga kamar mandi dengan air panas. Para panitia perempuan, disediakan 2 kamar, aku satu kamar dengan Jona, Mbak Amik dan Mbak Ani. Sedangkan panitia laki-laki disediakan hanya satu kamar dengan jumlah laki-laki sebanyak 11 orang, padahal kamar itu sepatutnya hanya diisi 4 orang, sungguh betapa menderitanya mereka. Namun hal tersebut tidak mengurangi semangat mereka untuk menjadi panitia.
Dua jam waktu yang disediakan untuk bersih diri dan istirahat, karena setelah itu mereka mendapatkan makan siang dan dilanjutkan untuk kembali latihan presentasi dihadapan dosen-dosen penalaran ITS. Selang 2 jam tersebut, panitia tidak istirahat, melainkan mendatangi tiap kamar untuk mencatat siapa saja yang ada di kamar tersebut. Hal itu kami lakukan untuk memastikan semua peserta mendapatkan kamar dan tidak ada kesalahan di dalamnya. Ketika para peserta makan siang, barulah kami (para panitia) bersih diri dan sejenak beristirahat. Setelah bergantian mandi, para panitia langsung menuju ke ruang makan, betapa kasihannya, ternyata makanan sudah habis. Mungkin para peserta begitu kelaparan, hingga tidak menyisakan sedikit untuk kami makan. Karena kami adalah anak kos, makan siang bukanlah hal yang wajib, sehingga kami masih kuat ketika tidak makan siang saat itu (haha alesan :p).
Pekerjaan selanjutnya yaitu menyiapkan ruangan-ruangan untuk bimbingan presentasi dan “memenceti” bell pintu kamar peserta untuk segera bimbingan presentasi ke dosen penalaran. Perlu diketahui, di Jogja, ITS mengadakan semacam camp selama tiga hari sebelum pertarungan PIMNAS benar-benar dimulai. Camp tersebut berisi bimbingan presentasi secara stripping hingga cara presentasi peserta PIMNAS dapat dikatakan WOW oleh para juri, begitu juga dengan konten di slide PPTnya harus sempurna dihadapan juri nanti. Mengajak peserta yang berjumlah kurang lebih 200 orang tersebut untuk segera bimbingan itu ternyata tidaklah mudah, sehingga bimbingan kala itu baru dimulai setelah makan malam, sekitar pukul 19.00WIB. Karena urutan bimbingan presentasi sudah terjadwal, maka panitia pimnas harus menghubungi para peserta yang belum datang jika waktunya mereka presentasi akan tiba. Ada kejadian lucu kala itu, karena aku belum hafal semua para peserta, aku menelpon ketua tim yang tim nya akan mendapatkan giliran maju untuk presentasi, mas-mas itu berkata, “iya mbak, ini saya sudah duduk di belakang mbak sejak tadi”. (Oh no! sungguh sangat memalukan bagiku, haha -_-). Para peserta ternyata memang sangat bersemangat kala itu, bimbingan selesai pukul 00.00 WIB, dan peserta harus segera tidur karena keesokan harinya harus bimbingan lagi. Namun memang dasarnya mahasiswa ITS yang suka begadang, para peserta tidak kunjung tidur hingga pukul 02.00 WIB bahkan .
Keesokan harinya, panitia pukul 04.30 WIB harus sudah bangun meskipun merasa kelelahan, karena pukul 07.00 WIB harus sudah menbangunkan para peserta untuk sarapan. Hal tersebut tidak berlaku bagi panitia laki-laki. Panitia laki-laki harus bergantian tidur, karena memang tempatnya yang tidak muat sekaligus bergantian berjaga layaknya hansip yang meronda saat malam hari. Sehingga bisa dibilang yang lebih aktif saat pagi hari adalah panitia perempuan. Pada saat di hotel tersebut, aku selalu bersama Jona untuk membangunkan peserta tiap pagi, memencet-mencet bell pintu kamar dengan begitu jahilnya, karena kami memencet tidak sekali atau dua kali, bahkan kami memencetnya sekali tiap detik agar mereka terbangun hingga mereka membukakan pintu (haha, kangen moment ini). Sering kali wajah kesal yang mereka tampakkan, namun kami dengan polosnya ketawa-ketiwi tidak merasa bersalah dan menyuruh mereka untuk segera sarapan dan bimbingan. Karena itulah, hingga saat ini kami sering disebut panitia pemencet bell (ada ada saja :D).
Setelah membangunkan para peserta hingga semuanya bangun, kami kemudian menuju ke ruang makan. Ternyata makanan yang tersisa tinggal sedikit. Untuk dimakan para panitia perempuan saja sudah habis. Dan lagi-lagi, para panitia laki-laki khususnya yang berjaga tadi malam dan bangunnya siang, mereka kembali tidak mendapatkan jatah sarapan. Bagai habis jatuh tertimpa tangga pula, mereka harus membeli sarapan di luar hotel. Saya akui perjuangan panitia laki-laki ini benar-benar keren, mereka rela berkorban demi kemenangan ITS di PIMNAS. Sehingga kami (para panitia) memutuskan untuk sarapan terlebih dahulu sebelum membangunkan peserta, agar tidak terulang lagi kejadian yang sama.
Camp hari kedua, pengkondisian peserta sudah lebih mudah, karena peserta sudah mengetahui alur bimbingan. Disini kami sedikit bisa beristirahat. Ke-tidak jelasan pun sering dilakukan panitia, antara lain memain-mainkan pager untuk saling membully antar panitia meskipun dari jarak yang berjauhan. (Haha, kami seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru). Tetapi alat tersebut terbatas, sehingga yang menggunakannya hanyalah panitia laki-laki. Akhirnya aku, Jona, Mbak Amik dan Mbak Ani bermaksud sengaja berkeliaran ke luar hotel untuk mencari supermarket terdekat dengan berjalan kaki hanya untuk membeli es krim ‘magnum’. Namun, belum sempat kami memakan es krim tersebut, sudah ada panggilan kembali untuk bekerja. Sehingga es krim tersebut kami simpan di kulkas kamar. Pada waktu itu, aku ditugaskan untuk menjaga ruangan bimbingan PKM-K sekaligus memberikan penilaian presentasi para peserta. Namun, sungguh betapa memalukannya, aku malah jadi bahan bully-an peserta PIMNAS yang menunggu antrian maju presentasi. Tim itu bernama SIPL** (sensor :p). Karena tidak tahan, aku sering kali keluar masuk ruangan seperti terlihat sibuk, padahal karena tidak ingin menunjukkan tawaku dihadapan mereka (haha gengsi :p). Hingga PIMNAS itu berakhir, aku masih malu ketika bertemu tim tersebut, karena pasti di-bully lagi (-_-)
Setelah pekerjaan tersebut selesai, kami segera menuju kamar untuk menikmati es krim yang kami beli. Dan ndelalaaaah, ternyata kulkasnya tidak berfungsi dengan baik, es krim nya sudah meleleh, mau tidak mau kami meminum bukan memakan es krim, karena bentuknya yang sudah berubah seperti susu coklat. Ya, mungkin ini memberi kita cara baru memakan es krim (sigh -_-). Setelah menikmati air (es yang mencair) krim magnum, kami kembali melakukan tugas kami, yaitu menunggui peserta yang sedang presentasi. Tidak jarang kami menunggu di luar ruangan untuk menikmati coffe break yang selalu disediakan di antara jam makan. Tidak tanggung-tanggung, kami biasaya mengambil lebih dari satu kue melebihi jumlah kue yang diambil para peserta (hehe, balas dendam tidak dapat jatah sarapan :p).

Camp kontingen ITS ini ternyata tidak selamanya berjalan mulus. Camp hari ketiga, saat malam hari sedangkan registrasi peserta dilakukan keesokan harinya. Kami mendapatkan infomasi bahwa persyaratan  yang dikumpulkan saat registrasi yaitu softfile laporan akhir, slide PPT, poster harus dijadikan di dalam satu CD tiap tim dan hardcopy dari laporan akhir dan foto masing-masing peserta. Selain itu juga mengumpulkan artikel dari PKMnya tersebut.  Karena kami mengetahuinya terlambat, maka seketika itu juga kami menginfokan secara mendadak kepada peserta. Peserta begitu panik karena belum menyiapkan semuanya. Masih teringat sekali, rapat termalam yang pernah saya lakukan dalam hidupku, sekitar pukul 01.00 WIB, kami rapat secara mendadak membahas registrasi peserta berikut penyelesaian masalah yang baru saja kami dapat. Dengan wajah yang benar-benar sudah lusuh karena kelelahan, kelopak mata yang sudah bertumpuk tiga, pikiran yang sudah melayang kemana-mana, aku pun mendengarkan arahan Mas Iqbal selaku ketua panitia. Apa yang dikatakan Mas Iqbal rasanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Aku rasa yang lain juga begitu, karena pandangan mata mereka sama-sama sudah tidak jelas arahnya. Lagi-lagi yang menjadi objek penderita adalah panitia laki-laki, karena setelah rapat tersebut, para panitia perempuan disuruh segera beristirahat. Sedangkan panitia laki-laki harus menyiapkan printer dan laptop yang kapan saja bisa digunakan. Panitia laki-laki sebagian harus begadang untuk berjaga-jaga barang kali ada peserta yang ingin mencetak foto, mencetak laporan akhir, meng-burn data, menjilid laporan akhir dan lain-lain.

To be continued :)

#Bagi ada yang tidak berkenan dengan adanya tulisan ini, saya minta maaf, karena saya tidak ada maksud apa-apa selain ingin berbagi cerita, bila ada yang salah, silahkan dikoreksi, insyaAllah saya perbaiki :)

*kritik dan saran akan sangat membantu saya :)*