Menabung. Sejak kecil aku diajarkan hidup sederhana dan
rajin menabung oleh orang tuaku. Yaa memang aku bukan berasal dari orang tua yang kaya, biasa-biasa
saja dari segi keuangan. Tapi, aku sangat behagia dilahirkan di keluarga ini J.
Mungkin bisa aku ceritakan sedikit tentang kelucuan-kelucuan ketika belajar
menabung hehe. Aku pertama kali belajar menabung dibelikan oleh ibu ‘celengan’
berbentuk kucing berwarna pink yang terbuat dari plastik. Awal-awal masih rajin
sekali memasukkan uang-uang receh ke dalamnya, tetapi lama-kelamaan, aku dan
mas muncul keinginan untuk membeli sesuatu tanpa diketahui oleh Bapak dan Ibu.
Dengan begitu kompaknya, aku dan mas iuran untuk membeli sesuatu itu.
Kreatifitas diterapkan begitu konyolnya, uang di dalam celengen dicongkel-congkel
dari balik lubang masuk uang receh hanya menggunakan sebuah bolpoin. Ajaib bagi
anak seumuran kami, dua anak SD yang hanya berjarak dua tahun hehehe. Uang yang
ada di dalam celengan tersebut akhirnya keluar satu demi satu, seperti
mendapatkan durian runtuh, kami sangat senang uangnya keluar. Karena keseringan
mencongkel-congkel lubang celengan, lubang tersebut lama-kelamaan semakin
besar, ibu pun akhirnya tahu tentang kenakalan kami. Ya hal seperti ini tidak
selayaknya ditiru karena dulu aku dan mas nakal banget -_-. Kami pun akhirnya
dimarahi, dan celengannya pun diiris oleh Ibu untuk melihat sisa isinya. Ya
ternyata uangnya tinggal sedikit, karena memang lebih banyak mengeluarkan uang
daripada memasukkan uang ke dalamnya. Untuk episode selanjutnya, akhirnya ibu
membelikan kami celengan yang berasal dari kayu yang kecil, namun keras,
sehingga kami tidak bisa mencongkel-congkelnya. Dan celengan itu bertahan
hingga hasilnya dituai. Memang tidak banyak uangnya, karena memang wadahnya
sedikit sempit untuk menyimpan uang yang banyak. Namun cukuplah untuk membeli
peralatan sekolah ketika memasuki tahun pelajaran waktu itu, entah itu uangnya
ditambahi atau tidak oleh Bapak dan Ibu. Tapi kata Bapak dan Ibu, itu
hadiah karena sudah berhasil menabung
dan tidak mencongkel-congkelnya serta mendapatkan nilai bagus waktu itu J.
Setelah itu, aku dan mas jadi lebih rajin menabung. Ketika memperingati maulud
nabi, di desa ku selalu mengadakan pasar malam atau di daerah kami disebut
“dermulen”, banyak sekali permainan seperti tong setan, bianglala, komedi putar
dan masih banyak lainnya sehingga banyak sekali penjual baik dari pakaian,
mainan, begitu juga penjual celengan dengan bermacam-macam bentuk dan bahan
baku. Dan disana, ibu membelikan kami celengan ayam jago dari tanah liat yang
cukup besar. Celengan itu bertahan sangat lama sekitar 3 tahun, dan ketika kami
rasa sudah penuh, akhirnya celengan itu kami pecahkan. Uang recehnya sudah
terlihat agak berkarat, tetapi untungnya masih bisa digunakan. Setelah dihitung,
dan digabung dengan uang mas, ditambah sedikit (sebenernya banyak sih) uang
dari Bapak dan Ibu, kami bisa membeli computer. Jaman dalu, computer masih
menjadi primadona sebelum munculnya laptop, tab, dan sebagainya. Senangnya
minta ampun rasanya bisa membeli barang seperti itu, ya meskipun ada tambahan
sana-sini, tetapi tetap ada kesenangan dan kepuasan tersendiri :)
Dan sekarang,
semakin dewasa, semakin tua, begitu pula kebutuhan semakin banyak ditambah
harga kebutuhan yang semakin naik. Kebiasaan menabung mulai terkikis. Saat ini aku
ingin memulainya kembali, menggunakan celengan, meskipun tidak banyak seperti
di bank, setidaknya aku bisa belajar untuk berhemat dan menyisihkan uang.
Selain itu, menabung adalah cara pembelajaranku
untuk masa depan dan ketika aku berkeluarga nanti. Karena istri akan menjadi
bendahara di rumah tangga, mengatur segala keuangan. Itu tidak mudah jika tidak
belajar dari sekarang. Aku tak ingin menghabiskan uang hasil kerja keras
suamiku untuk hal-hal yang tidak penting. Aku juga ingin mendidik anak-anak ku
kelak agar hidup sederhana, namun tidak pelit dan peduli terhadap orang-orang
di sekitarnya. Aamiin :)
Jujur saja, saat
ini aku tidak tahu uang yang aku tabung untuk apa karena memang jumlahnya tidak
banyak. Tetapi, suatu saat ini, apabila program menabungku berhasil, aku ingin segera
menghajikan orangtuaku dan membangun panti asuhan, sanggar anak jalanan, panti
werdha dan sekolah gratis. Aamiin. Semakin dewasa, semakin mengerti bahwa
"Kekayaan sesungguhnya bukan dari apa yang kita punya, tetapi dari apa yang telah kita berikan."
Menabung tidak hanya mengajarkan
untuk berhemat, tetapi mengajarkan untuk belajar menyisihkan uang untuk orang
lain, karena ada hak orang lain yang tak mampu di dalam rejeki yang kita dapat.
"Rajin menabung pangkal kaya, memang, tetapi lebih tepatnya rajin menabung pangkal kaya hati. "
Tidak ada komentar:
Posting Komentar