Rabu, 07 Oktober 2015

Persimpangan


Yee akhirnya sidang juga… Yee Alhamdulillah sudah wisuda sarjana…(tawa bahagia)

Beberapa hari kemudian setelah wisuda..

                Tak terhitung berapa orang yang bertanya macam-macam dengan versi yang berbeda, namun intinya adalah “akan kemana setelah ini?”. Dan tak sedikit yang memberi pilihan “kerja, S2, atau nikah?”. Dengan jawaban yang sedikit becanda saya menjawab, “ketiga-tiganya bisa nggak? Haha :p”. Awal pertanyaan ditanggapi dengan becanda, tapi lama-lama kok sedih juga ya?. Sekarang bukan saatnya lagi main-main, hahahihi seenaknya. Sepertinya gelar itu memberikanku amanah yang besar dan tentunya harus lebih bertanggungjawab lagi. Menganggur di rumah rasanya merasa bersalah, masih meminta uang kepada orang tua apalagi.

S2?
                  Sekolah S2 tidak mengeluarkan uang yang sedikit. Belum biaya hidup, ditambah lagi biaya penelitian yang harus dipikirkan bila tidak lagi dibiayai. Keluargaku bukan orang kaya uang, untuk itu apabila ingin sekolah lagi HARUS berbeasiswa. Beasiswa yang seharusnya ada yaitu beasiswa fasttrack, fresh graduate, BPP-DN, BPP-LN dan LPDP. Namun saat ini beasiswa fasttrack, freshgraduate sudah dihapuskan. Beasiswa BPP-DN dan BPP-LN hanya diperuntukkan bagi tenaga pendidik. Beasiswa fasttrack mulai tahun ini diganti dengan beasiswa PMDSU dan LPDP. Beasiswa PMDSU yaitu beasiswa S2 yang langsung dilanjutkan S3 hanya dalam waktu 4 tahun. Beasiswa ini harus dibimbing oleh promotor yang telah ditetapkan oleh DIKTI. Namun, pada tahun ini, dosen pembimbing saya terdahulu ketika mengerjakan TA (dosen satu-satunya yang ahli d bidang sintesis senyawa organic-bidang minat yang saya ambil) bukan merupakan promotor karena kesalahan teknis. Sehingga jika tahun depan dosen saya tersebut tidak menjadi promotor, maka mau tak mau harus cari universitas lain yang memiliki promotor dengan bidang yang saya ambil. Dan yang terpikir saat ini adalah UGM dan ITB. Tapi lagi-lagi, aku tidak tega meninggalkan orangtua ku hanya berdua, karena pasti aku akan jarang pulang. Beasiswa selanjutnya yang masih ada yaitu LPDP. Beasiswa LPDP hanya dapat digunakan untuk sekolah di universitas dengan akreditasi A. Sayangnya, S2 Kimia ITS masih terakreditasi B, sehingga mau tidak mau harus di luar ITS (kembali ke masalah awal). Selain itu beasiswa LPDP menetapkan syarat toefl ITP >500 untuk universitas dalam negeri dan >550 untuk universitas luar negeri. Tentu aku masih belum bisa memenuhi persyaratan lagi. Jadi intinya, aku harus belajar bahasa inggris lagi. Semangaaaat! J

Kerja?
                   Sungguh aku juga ingin sekali bekerja. Jika sekolah lagi pun aku tetap ingin bekerja paruh waktu untuk menambah uang saku (tidak lagi meminta uang kepada orangtua). Jika memang takdirnya bekerja dan boleh memilih bekerja dimana, maka aku akan pilih pekerjaan yang dekat dari rumah, dan bekerja diperusahaan obat atau makanan. Dan jika boleh dikerucutkan, aku ingin bekerja di BPOM, karena di jaman sekarang ini, bahan-bahan kimia sudah semakin banyak yang disalahgunakan, padahal tujuan awal dibuatnya bahan kimia tersebut justru ingin berguna bagi manusia itu sendiri, bukan malah sebaliknya. Namun disini permasalahannya, mendapatkan pekerjaan tidak semudah membalikkan tangan, Keadaan ekonomi Indonesia yang semakin sulit, membuat semakin banyaknya para pencari pekerjaan. Tapi aku percaya, manusia mempunyai rejekinya masing-masing, tidak usa khawatir! J

Nikah?
                     Hahaha no comment lah. Siapapun, dimanapun, bagaimanapun, apapun, kapanpun, jika memang jodoh, pasti bertemu di pelaminian. Memperbaiki diri sepertinya lebih baik J


Akan kemana setelah ini? Biarlah Allah yang menunjukkan jalannya, tugas manusia hanyalah berikhtiar dan terus berdoa bukan? Hidup, mati, rejeki, jodoh itu di tangan Allah. Allah Maha Mengetahui sedangkan kita tidak. Percaya takdir-Nya indah pada waktunya J



“Hidup ini memang dihadapkan pada banyak pilihan, pilihlah yang membuatmu bahagia. Bukankah bahagiamu ketika melihat orang-orang yang kamu sayangi bahagia?” (seseorang, 2015)

Sabtu, 03 Oktober 2015

Kamu, aku minta maaf.

                Kaget. Itu yang pertama aku rasakan. Dengan begitu “to the point” kamu “meminta”ku, dan saat itu juga kamu bilang ingin menemui orangtuaku. Nggak salah? Pikirku. Kita mengenal hanya sekedarnya saja, aku panitia dan kamu peserta. Tak ada yang istimewa. Bahkan kamu pernah mengalami kejadian yang tidak menyenangkan saat itu, dan aku sering menertawakannya. Bukankah itu hal yang kejam buat mu?. Hampir 3 tahun berlalu, tak ada kejadian yang menarik antara aku dan kamu. Bertegur sapa saat bertemu, hanya itu saja, tidak lebih.
                Jujur, pada saat itu aku ingin melarikan diri. Tapi aku ingin menyelesaikan semuanya dengan baik entah berakhir “ya” atau “tidak”. Satu bulan berlalu, tidak ada kabar. Aku kira kamu sudah menyerah. Aku kira kamu sudah berubah pikiran. Aku kira kamu sudah menemukan yang lebih baik. Tapi hal tersebut langsung tertepis oleh seseorang yang menunjukkan “lembaran-lembaran visi misi hidupmu” setengah bulan kemudian. Rupanya kamu menyiapkan itu satu bulan ini. Isinya istimewa, kamu orang yang luarbiasa. Bahkan aku merasa tak pantas. Mungkin kamu belum tau aku yang sebenarnya. Aku tak seperti yang kamu duga. Aku perempuan biasa, masih perlu banyak yang harus diperbaiki. Sedangkan kamu sendiri sudah siap segalanya, baik agama, ilmu, maupun finansial.
               Aku tak mengerti apa yang harus aku lakukan. Pikiranku terbagi ke banyak hal, terutama tugas akhir yang tak kunjung selesai. Aku menyampaikan bahwa aku belum siap, masih ada banyak hal yang harus aku selesaikan dan aku perbaiki. Jika memang, kamu sudah siap segalanya tentulah harus disegerakan. Mencari yang baru adalah solusinya. Tapi jujur, saat itu kamu masih aku pertimbangkan. Mencari tahu tentangmu dari orang-orang yang mengenalmu, dan tentu bersujud meminta petunjuk-Nya. Banyak orang berkata yang dikuatkan dengan hadits, bahwa kerusakanlah yang terjadi apabila menolak lamaran seseorang yang shaleh. Tapi apalah daya, jodoh Allah yang menentukan. Jika kamu saat ini masih menunggu, maafkan aku, aku belum ada kemantapan hati untuk menerimamu. Pergilah, cari yang lebih baik dan pantas untukmu. Apabila kita berjodoh, suatu saat nanti pasti kita dipertemukan lagi. 


               
“Untuk kamu, yang pernah terbersit untuk memilihku, aku minta maaf,  mungkin kamu sedang tersesat, carilah jalan lain yang membuatmu bahagia”