Jumat, 26 Februari 2016

Skripsiku dan segala cerita yang menyertainya

*bagi yang lagi sibuk, mending jangan baca deh, ini ceritanya udah kayak sinetron stripping* :p

Desember 2014, kebingungan melanda ketika banyak teman-teman seangkatan ku sudah menyelesaikan skripsinya, sedangkan aku masih belum (sama sekali) mendapatkan dosen pembimbing skripsi. Banyak yang bilang aku tidak khawatir dengan adanya hal ini, tapi jauh di dalam hati aku menyimpan ketakutan yang sangat besar. Hanya saja tertutupi dengan sikapku yang sering kali tertawa, terlihat santai dan tenang. Ya, itulah aku, terlihat cuek dan sering kali tertawa karena hal sepele, membohongi hati yang selalu terngiang bayangan kuliah molor, lebih dari empat tahun.
Akhir tahun yang memilukan, aku juga belum menemukan dosen pembimbing yang sekiranya tepat, bahkan bidang yang aku inginkan juga masih simpang siur. Teman-teman menyarankan ini dan itu, dengan alasan yang cukup beragam. Suatu saat aku meminta saran dari seseorang, dan dia berkata sesuatu yang sangat mengena,
“Pilihlah bidang yang kamu sukai, lalu baru pilihlah dosen mana yang sekiranya dapat membantumu berkembang di bidang yang kamu sukai, memilih karena dirimu sendiri, bukan karena bidang ini lebih mudah atau sebaliknya, dosen ini enak atau tidak. Pilih karena patokannya adalah dirimu, bukan yang lain. Hal yang kamu sukai akan membuatmu bekerja dengan senang hati tanpa paksaan dan hal yang kamu sukai akan membuatmu bertujuan lebih luas, bukan sekedar mendapat nilai skripsi yang bagus atau formalitas agar bisa lulus sarjana.”
Mungkin seseorang itu adalah perantara Allah atas petunjuk yang aku minta. Ya, akhirnya aku memilih bidang Kimia Organik, bidang kimia yang banyak orang bilang sulit, susah selesainya, banyak modalnya. Aku tak peduli apa kata orang, karena aku suka bidang itu, dan hanya itu alasanku. Dosen yang berada di bidang kimia organik adalah Prof. Taslim, Prof. Mardi, Dr. Sri Fatmawati, dan Dr. Fahimah. Tetapi dosen yang saya inginkan adalah Prof. Taslim dan Prof. Mardi. Kembali saya meminta saran kepada teman-teman dan senior, dosen manakah yang sekiranya bisa menerima saya. Dan seorang teman (lupa mananya) mengatakan bahwa Prof. Mardi hanya memiliki tiga anak bimbing di semester berikutnya (setiap dosen bisa membimbing empat mahasiswa dengan tahun masuk yang sama). Hal tersebut sungguh seperti angin segar buatku. Dari awal saya memang sangat mengagumi beliau karena ketaatan agamanya, ketelatenan dalam mengajar, kepedulian terhadap mahasiswa bimbingnya dan pekerjaan yang dilakukan selalu diusahakan agar sempurna.
                Aku memberanikan diri untuk menghadap beliau, dengan sangat hati-hati aku meminta beliau menjadi dosen pembimbing skripsi. Pertama beliau menanyakan tentang kolokiumku dan mengapa tidak memilih dosen pembimbing kolokium sebagai pembimbing skripsi. Kolokiumku tentang kimia katalis dengan dosen pembimbing yaitu Prof. Irmina. Prof. Irmina pada waktu itu mengajukan syarat bahwa ketika skripsi, aku tidak boleh menjadi anak bimbingnya, dan aku menyanggupinya. Setelah aku menjawab demikian, Prof. Mardi mengatakan bahwa dua mahasiswa bimbingnya (Tami dan Devi) belum tentu lulus semester ini (mahasiswa yang skripsi pada semester 7) dan bahwa tahun depan (2015) beliau belum tentu mendapat dana penelitian dari DIKTI, sehingga aku harus menggunakan uang pribadi untuk membiayai skripsiku yang tidak murah ini. Oleh karena itu, Prof. Mardi memintaku untuk memikirkan kembali resikonya. Aku semakin bingung, kalau tentang uang insyaAllah bisa dicari, tetapi tentang kelulusan Tami dan Devi aku hanya bisa berdoa.
                Januari 2015, deadline pengumpulan naskah skripsi untuk ujian kelayakan. Hampir setiap hari aku menanyakan Tami atau Devi mengenai skripsinya, nampaknya mereka belum juga mengumpulkan naskah skripsi karena terus direvisi oleh Prof. Mardi, di samping itu waktu terus berjalan, yudisium sudah di depan mata. Bersyukurnya aku, di Kimia ITS tidak ada jadwal kapan harus uji kelayakan maupun sidang akhir. Hal tersebut bisa dilakukan kapanpun. Sampai pada akhirnya, awal Februari mereka dinyatakan lulus sidang akhir, dan aku sangat lega. Secepat mungkin aku merencanakan untuk menemui Prof. Mardi untuk meminta kembali menjadi dosen pembimbing. Di saat aku menemui beliau, aku meyakinkan bahwa saya siap dengan biaya skripsi berapapun. Alhamdulillah, tanpa beliau mengatakan bersedia menjadi dosen pembimbing saya, beliau langsung mengambil setumpukan kertas-kertas dan sebuah buku yang berisi topik skripsi yang akan saya ambil, beliau menjelaskan dan menyuruhku membaca jurnal-jurnal tersebut. Dan tentu berakhir dengan tugas membuat Rancangan Tugas Akhir (RTA). Aku keluar dari ruangan beliau yang terasa dingin pada saat itu dengan hati yang sangat lega.
                Kurang dari dua minggu, akhirnya aku bisa menyelesaikan RTA tersebut meskipun dalam keadaan masih acak-acakan. Aku menemui Prof. Mardi kembali dengan maksud agar beliau bisa mengoreksi RTA ku. Namun, pikiranku untuk segera bereksperimen di laboratorium melayang karena beliau mengatakan sampai sekarang bahan yang aku gunakan untuk skripsi masih belum datang karena harus inden. Toko yang menjual bahan tersebut menjanjikan akhir tahun lalu telah datang, namun karena suatu hal, kedatangan bahan tersebut mundur dan tidak dapat diprediksi. Karena hal tersebut, Prof. Mardi menawarkan pilihan untuk mengganti topik skripsinya dengan bahan yang sudah ada. Karena aku tidak mau jadi korban PHP inden bahan kimia, jadi aku memilih mengganti topik skripsi yang awalnya tentang antituberculosis menjadi antikanker. Yang pasti, aku harus membuat RTA yang baru lagi.
                Di tengah pembuatan RTA yang baru ini, aku kembali diuji. Aku harus dilarikan ke UGD karena cidera tangan, dan harus rawat jalan kurang lebih selama dua bulan. Tentu cidera tangan membatasi gerak tanganku. Aku dilarang menyetir motor lebih dari lima menit, hal ini tentu menghalangi langkahku yang sering kesana kemari. Aku juga dilarang melakukan aktivitas gerak tangan yang berat dan monoton dalam waktu yang lama. Hal tersebut tentu membuatku bekerja lebih lambat. Setelah dua bulan tersebut, akhirnya aku sembuh dari cidera syaraf itu, dan semua berjalan dengan normal kembali, Alhamdulillah.
                Di samping kesibukan persiapan untuk penelitian itu, aku mungkin menjalani semua ini lebih lambat jika tidak ada orang-orang yang membantu dan tlaten mengajariku. Mereka adalah Ajeng, Mufli dan Gusty. Mereka juga anak bimbing Prof. Mardi. Ya, kami satu tim di semester ini. Dan tentu teman-teman lain, mas dan mbak di Laboratorium NPCS (Natural Products Chemical Synthesis) atau yang biasa disebut dengan Kimia Bahan Alam dan Sintesis. Mereka mengajariku menggunakan alat ini, alat itu, cara mereaksikan bahan, menggunakan KLT,  dan masih banyak lagi (Terimakasih buanyaaak yaaa J)
                Aku baru memulai penelitian ini awal Maret 2015, memulainya dengan sedikit canggung, tetapi lama-kelamaan justru makin betah. Hampir setiap hari aku bermain-main dengan bahan kimia, pelarut organik, labu bulat, magnetic stirrer, timbangan, kertas saring, dan yang paling lucu adalah bermain dengan noda-noda di KLT. Bagi orang kimia organik, noda tunggal adalah hal yang membahagiakan. Mereaksikan bahan, menunggu-nungu tanpa tau kapan reaksi akan selesai, dengan setia mengecek setiap saat menggunakan KLT dan lampu UV. Tidak menyerah setiap noda yang muncul justru berjumlah dua, tiga, empat, bahkan mengekor. Terus berjuang hingga noda tunggal dan bersih. Di kimia organik, noda aja diperjuangin sampai tunggal, apalagi kamu, pasti akan diperjuangkan untuk menjadi satu-satunya (lhoalah, ini kenapa jadi baper haha *abaikan kalimat terakhir*). 
                Waktu semakin berlalu, dan tentu semakin cepat. Aku harus mendapatkan minimal dua hasil sintesis baru dan satu hasil sintesis pengulangan dengan penambahan analisis. Aku pikir ini akan mudah, ini akan cepat selesai. Aku melihat referensi sebelumnya, bahan tersebut telah habis beraksi paling lama 48 jam. Sehingga aku membuat jadwal penelitian dengan asumsi penelitian akan selesai selama 4 bulan, 1,5 bulan untuk sintesis, 1,5 bulan untuk analisis hasil sintesis dan 1 bulan untuk penulisan naskah beserta revisinya. Hmm…tapi ternyata di luar dugaan. Ternyata ada sintesis yang nodanya tidak juga tunggal dalam waktu seminggu bahkan dua minggu. Aku juga tidak mengantisipasi jika noda yang muncul lebih dari satu, malah ada yang empat noda dan mengekor. Adanya masalah tersebut, hanya ada dua solusinya, yaitu pemisahan dan pemurnian hasil sintesis yang tentu butuh kesabaran dan rumit, atau membuat sintesis baru dengan bahan yang berbeda dan tentu hasil akhir sintesisnya pun tidak bisa dipastikan akan tunggal (kalau ini mah mengandalkan rejeki dan amal ibadah hehe). Hasil sintesis yang memiliki noda lebih satu dikesampingkan dulu dan tentu harus disimpan dengan baik. Di samping itu, aku mencoba mensintesis lagi dengan bahan yang berbeda, dan masih belum beruntung, hasilnya memiliki lebih dari satu noda, itu artinya hasil sintesis belum murni. Sehingga dengan saran dosen pembimbing yang begitu sabar dan peduli, aku mencoba pemisahan dan pemurnian hasil sintesis, antara lain menggunakan KCV (Kromatografi Cair Vakum), rekristalisasi, dan KLTP (Kromatografi Lapis Tipis Preparatif). Dan penggunaan alat-alat tersebut didahului dengan persiapan yang sangat banyak, setelah selesaipun juga disertai langkah penyelesaian yang beragam. Dan semua hasil sintesisku ternyata nodanya tidak tunggal, sehingga perlu dilakukan pemisahan dan pemurnian (haha *ketawa miris*). Tentu bisa dibayangkan berapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk hal itu. Dan setelah selesai itu semua, jangan dikira aku sudah bisa lega. Aku harus memikirkan analisis hasil penelitian. Analisis itu menggunakan GC-MS, LC-MS, H-NMR dan C-NMR. Aku tidak bisa mengantisipasi waktu selesainya karena analisisnya dilakukan di tempat yang berbeda, yaitu Perusahaan rokok di Tandes, Polinema, LIPI Serpong, ITB dan UNAIR. Tentu pada saat itu, waktu sangatlah berharga untuk menyelesaikan itu semua. Selain tempatnya yang cukup beragam dan jauh, pada saat itu merupakan waktu banyaknya orang yang juga menganalisis sesuatu, sehingga mau tidak mau, aku harus antri dan bersabar. Untung saja aku ditemani dengan orang-orang aneh super lucu di Lab NPCS (Anggota Lab NPCS ga boleh GR ya :p).
                Aku mengesampingkan dahulu cerita ketegangan penelitian skripsiku. Aku akan menceritakan sisi lain dari perjuangan skripsiku ini. Perjuangan yang menyenangkan. Dahulu aku pikir aku akan merasa kesepian karena sudah tidak lagi sibuk berorganisasi, tidak lagi bertemu dengan orang banyak, merasa tidak lagi bermanfaat bagi orang lain, tidak lagi senang sedih bersama teman-teman dan adik-adik di organisasi. Tetapi di Lab NPCS, aku merasa mendapat kenyamanan disini. Di Lab NPCS aku bertemu orang yang beragam, dari Sabang sampai Merauke ada disini. Mengenal orang-orang dengan bahasa, adat dan budaya yang berbeda, ternyata punya keseruan tersendiri. Indonesia memang kaya!. Mendengarkan gaya bicara dan bahasa mereka seperti mendapat hiburan alami, tanpa dibuat-buat, membuat orang yang mendengar ingin menirukannya, dan malah bikin rindu kalau diingat-ingat. Disini aku sering mendapat oleh-oleh dan jajanan dari asal mereka masing-masing, mencicipi tanpa harus mendatangi (intinya sih kenyang tanpa harus keluar uang hehe^^v *maunya gratisan aja bel bel* --‘). Nikmat yang luar biasa bukan?. Bukan hanya sekedar itu, di Lab seperti keluarga sendiri, ada bapaknya, ada ibunya, ada mbaknya, ada masnya, ada adiknya. Lengkaplah sudah :D  Meskipun sering ada kerikil kecil, tapi justru jadi bumbu, yang kadang malah kita tertawakan bersama, menjadikannya bukti bahwa rasa kekeluargaan kita jauh lebih besar dari itu semua (aih sok puitis bel –“). Lab itu sudah seperti rumah kedua buatku, dan mungkin juga untuk teman-teman lain yang sedang menyelesaikan skripsinya. Sintesis yang tak mengenal waktu mengharuskan kita untuk sering-sering bermalam di Lab. Tentu saja aku tidak pernah sendiri, aku sering ditemani oleh Ajeng, Mufli dan Gusty yang merupakan satu dosen pembimbing. Lab yang dahulu dikenal dengan suasana mistis, bersama mereka, yang ada hanyalah tawa kelucuan, atau mungkin hanya debat-debat (sok) serius yang kadang tidak tahu akhirnya seperti apa. Aku, ajeng, dan mufli selalu saya bersekutu untuk mendebat (menawur tepatnya) Gusty dan juga sedikit memberi nasehat tentang “kehidupan”nya (artikan sendiri hehe). Gusty yang sering jahil mematikan lampu ruang diskusi sudah bukan barang yang menakutkan lagi, kami sudah hafal dengan tingkahnya. Dan yang paling jahilnya lagi, dia sering kentut sembarangan ckckck parah!. Kalau bersama ajeng dan mufli, entah kenapa mereka saling bully membully, padahal mereka saling peduli dalam kenyataannya. Ya bully an itu memang hanya guyonan belaka, karena bullyan sebenarnya adalah ungkapan rasa sayang dengan cara yang berbeda *tsaah :p.

*masih kuat nglanjutin bacanya? –istirahat dulu aja gih-- *
…………………………………………………………………………………………………………………………..
*haha sebenernya sih alasan, soalnya yang ngetik udah mulai baper…eh laper…*
lanjut~~
                Kimia adalah tempat orang-orang yang benar-benar passion di dalamnya. Bagaimana tidak, penelitian (khususnya bidang kimia) memerlukan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang benar-benar akurat. Atau bahkan tidak mendapatkan hasil sama sekali bagi yang tidak sabaran. Keuletan, kebersihan, ketelitian, ketepatan benar-benar diuji dalam penelitian. Oiya, satu lagi, restu Allah juga berlaku disini. Kadang para peneliti ini bingung, dengan resep yang sama, cara sama tapi orang yang berbeda, hasilnya pun berbeda. Bahkan kelebihan bahan 0,001 mg pun bisa berpengaruh. Sering kali teori berkata seperti ini, tetapi nyatanya prakteknya tidak seperti itu. Sebagai orang sains, tentu, semua harus ada penjelasannya, harus dicari alternatifnya. Mencari jawaban kesana kemari agar solusinya bisa terpecahkan. Beruntungnya kami memiliki dosen pembimbing yang super keren dan senior lab yang super kece. Hampir setiap saat, topic bahasan kita (satu tim anak bimbing Bapak Mardi baik S1 dan S2) adalah dosen pembimbing kita sendiri. Bukan untuk menjelekkan, tetapi sebaliknya. Kami sangat kagum dengan sosok beliau. Beliau sama sekali tidak pernah memandang kami para perempuan secara langsung. Setiap adzan berkumandang, beliau akan buru-buru untuk shalat berjamaah di masjid. Setiap bimbingan, di ruangan beliau selalu terdengar suara radio dengan channel Suara Muslim Surabaya. Beliau tidak pernah membiarkan kami mengeluarkan uang sepeserpun untuk penelitian. Beliau juga selalu punya solusi untuk setiap masalah yang kami hadapi dan selalu sabar menghadapi kami yang selalu saja apa-apa tanya (maafkan kami ya Pak). Terkadang beliau mencoba untuk melucu, meskipun tidak lucu, justru itu yang membuat kami tertawa. Bahkan kami juga hafal plat nomer mobil beliau dan letak mobil beliau pun kami tau (segininya ya kita haha). Kami, anak bimbing beliau, selalu saja sungkan dan malu ketika akan menghadap beliau karena selalu diisi keluh kesah kami, atau jika tidak, kami menghadap beliau untuk meminta bahan ini itu, alat ini itu (hehe kami tidak tau malu ya :D). Beliau juga sungguh baik karena sering pulang maghrib untuk melayani kami bimbingan (karena kesibukan beliau dan banyaknya mahasiswa yang antri untuk bimbingan dengan beliau). Juga kecerdasan beliau, sungguh sering kali membuat kami terlihat sangat bodoh (Hehe kayaknya emang gitu deh :D). Dan masih banyak lagi hal yang membuat kami kagum, kalau harus aku ceritakan disini, tentu kata-kata itu tidak akan sanggup mewakilinya (hehe sebenernya sih, bisa keriting ini tangan saking banyaknya cerita :D).
                13 Juli 2015. Tiba-tiba pesan masuk ke whatsapp grup kami “Optimis 112!”. Ternyata mufli mengirim gambar screenshoot hapenya, yaitu alarm bahwa hari ini “Kudu Udah Kelayakan”. Sedih, nyatanya kita semua masih belum ada yang kelayakan, sedangkan lebaran sudah di depan mata, begitupun jadwal yudisium yang semakin dekat. Tapi, apalah arti sedih pada waktu itu, akan buang-buang waktu jika kita terus meratapinya. Tidak ada kata lain selain, SEMANGAT! MASIH ADA WAKTU!. Itu yang selalu kami teriakkan melalui gerak cepat langkah usaha kami. Ya, bersama mereka (ajeng, mufli, gusty), kami tidak dikenalkan rasa sedih, hanya kata keluh yang kami ubah menjadi tawa yang sering tidak jelas haha. Meskipun ketika pulang ke rumah maupun kos masing-masing, mungkin airmata yang akan lebih sering menetes, panjatan doa yang lebih sering terucap, kata keluhan yang semakin dibungkam. Apalagi aku yang memang setiap hari pulang-pergi ITS-Tanggulangin semenjak bulan puasa (kontrakan sudah expired), rasa lelah sepertinya telah dibalut oleh keinginan yang sangat besar untuk segera menyelesaikan penelitian ini, segera lulus. 112!. Lelah itu pun telah terobati dengan melihat wajah kedua orangtua yang selalu perhatian dan menyuguhkan senyum yang memberiku energy penuh untuk terus berjuang, meskipun tak dapat dibohongi terlihat sekali rasa kekhawatiran itu, terlebih aku yang sering pulang malam dan jarang makan, terlihat agak kurus (hahaha, pasti banyak yang menyangkal ini :p). 
                Tentu, selalu ada hikmah dibalik ini semua. 17 Juli 2015 Hari Raya Idul Fitri. 15 Juli 2015 pk. 15.00 WIB kampus sudah harus dikosongkan. 14 Juli 2015 kami masih disibukkan di dalam mensintesis. Kami memiliki permasalahan sendiri-sendiri. Ajeng terdapat salah satu senyawanya yang masih belum juga murni, begitu juga senyawa mufli yang sedang akan dianalisis NMR, sedangkan aku malah mengulang satu sintesis dari awal lagi, dan gusty bahkan ganti topik penelitian (padahal Gusty adalah anak bimbing Pak Mardi yang paling pertama memulai penelitian, kini justru total mengganti topic peneilitian, dari awal semuanya). Di saat itulah aku diberi petunjuk untuk selalu bersyukur bagaimanapun keadaanku. Kami tak menyerah, bahkan kata itu tidak ada di kamus kami saat itu. Kami memutuskan untuk berjuang hingga titik penghabisan. Oke, kami menginap di Lab malam itu, karena hanya tinggal malam itu sebelum libur lebaran. Dan kami juga ditemani oleh Mbak Rizka yang juga anak bimbing Bapak Mardi. Sepuluh hari terakhir ramadhan..suasana yang begitu menenangkan, terlebih sudah banyak yang pulang kampung. Kami berbuka bersama, tidak lagi pergi ke bundaran ITS untuk membeli jajanan untuk berbuka karena nampaknya bundaran ITS yang biasanya diisi oleh para penjual menu berbuka puasa, sudah ditinggal untuk mempersiapkan lebaran. Untung saja manarul masih menyediakan buka gratis, kami memanfaatkan makanan gratis disana, ditambah membawa bekal air minum yang ada di laboratorium, dan tentu menjadi sempurna karena berbuka bersama-sama dengan mereka, orang yang sama-sama berjuang, karena rasanya berbuka terasa lebih nikmat, syukur lebih mudah terucap di saat seperti ini. Makanan pembuka ini sudah lebih dari cukup untuk melepas lapar dan dahaga kami seharian berpuasa sambil berjuang. Kami istirahat sejenak sambil menunggu shalat tarawih. Tetapi sayangnya, kami memilih untuk berjamaah sendiri dengan teman-teman satu lab karena shalat tarawih di Manarul Ilmi biasanya baru selesai pukul Sembilan. Semoga hal ini tidak mengurangi keberkahan dari shalat tarawih dan tidak mengurangi pahala di bulan ramadhan pada saat itu. Setelah shalat tarawih, kami melanjutkan penelitian kami masing-masing, tentu tidak lepas dengan canda tawa agar perjalanan perjuangan ini tidak terasa berat, justru akan dirindukan. Jam telah menunjukkan pukul 02.00 WIB, energy sudah berada di titik akhir, sepertinya memang harus istirahat, tetapi istirahat tidak selalu harus tidur kan?. Kami memutuskan untuk I’tikaf dan shalat tahajjud di Manarul, meskipun tempatnya tidak memungkinkan seseorang dapat berkonsentrasi penuh, tempatnya ramai dan sangat terang. Sangat berbeda jika dibandingkan I’tikaf di masjid dekat rumah, yang hanya diisi segelintir orang, tempatnya sunyi dan gelap. Tapi tak apa, semoga Allah tetap mencatat niat kami yang selalu disertai doa tak berbatas. Dan tidak lama setelah itu, makanan sahur gratis sudah mulai diedarkan, karena jumlah orang yang lebih banyak dibanding makanan yang disediakan, jadi kami harus berbagi satu sama lain. Empat kotak nasi dimakan lima orang, masyaAllah, rasanya sungguh nikmat makan bersama-sama, di alas yang sama, dan memang letak barokahnya ada disini. Mungkin tak membuat kita sekeyang ketika sahur berada di rumah, tapi ini sudah sangat cukup untuk bekal puasa seharian. Kami menunggu shalat shubuh sekalian, dan setelah shalat shubuh usai, kami kembali ke lab untuk mengecek hasil sintesis. Kami yang perempuan (Aku, Ajeng, Mufli, Mbak Rizka) menuruni tangga dan melihat Gusty seperti sedang menunggu kami untuk kembali bersama-sama ke Lab, dan sesampainya di posisi Gusty, kami melihat dia telah beranjak duluan ke Lab. Kondisi pagi itu yang sangat segar membuat kami bercakap-cakap sepanjang perjalanan ke Lab. Namun, ketika tiba di depan Bank Mandiri, tiba-tiba ada yang muncul dengan nada mengagetkan “Lha!!!”, bayangkan saja, kondisi yang masih gelap itu membuat kami sangat terkejut dan berteriak. Sedangkan tersangkanya, siapa lagi kalau bukan Gusty, tertawa senang karena telah mengerjai kami, seperti anak kecil yang menemukan mainan baru…ckckkc. Gusty berjalan cepat meninggalkan kami ke Lab, dan kami tertinggal di belakangnya. Sesampai di Lab, lab sangat sepi, dan tiba-tiba lampu pintu keluar lab sudah mati, kami dengan santai memasuki lab, dan lagi, anak kecil sebut saja Gusty, kembali mengagetkan kami dengan keluar dari persembunyiannya di bawah kolong meja. (kok bisa segitunya sampe sembunyi di meja,ckckck gusty…gusty….kalo diinget-inget bikin ngakak bareng ajeng, mufli dan mbak rizka hahaha).

*istirahat lagi ya..biar matanya ndak sakit*
…………………………………………………………………………………………………………………………
*lanjuut~~
                Libur lebaran memang benar-benar merefresh pikiran dan memulihkan tenaga. Tepat seminggu kami terpaksa libur bermain-main dengan senyawa kimia. Dengan sedikit paksaan pula kami meminta Bapak Kajur untuk memperbolehkan kami membuka lab empat hari lebih cepat dari jadwal seharusnya. Memasuki kampus, sungguh terlihat sangat berdebu, bahkan di lantai 2, debunya makin tebal. Nampaknya, gunung raung yang saat itu meletus menghempaskan abu yang mampir di kampusku tercinta. Agar suasana nyaman, lab harus dibersihkan terlebih dahulu. Saat bekerja dengan bahan kimia memang harus benar-benar bersih dan steril agar bahan kimia tidak terkontaminasi yang menyebabkan sintesis gagal. Setelah bersih-bersih, nampaknya mood untuk bersentuhan dengan bahan-bahan kimia itu masih belum kembali sempurna. Harus dilawan, mood nggak mood harus mulai.
                Kerja sersan, serius tapi santai, karena kimia bukan ilmu yang bisa diburu-buru. Satu per satu diselesaikan, akhirnya, sintesis selesai. Analisis dimulai, welcome malang. PP Sidoarjo-Malang juga sudah biasa bagiku. Analisis di Polinema selesai, lanjut analisis ke UNAIR dan ITB. Entah kenapa, rasanya semua dipermudah, dipercepat tidak seperti sebelumnya. Allah memang tidak pernah tidur J. Hal itu menjadi penyemangat buat kami untuk menyelesaikan penelitian ini. Dengan motto “the power of kepepet”, kami menyelesaikan naskah hanya dalam hitungan beberapa hari saja. Selesai bukan berarti berakhir, selamat datang untuk REVISI. Kami warga Negara Indonesia asli, nampaknya tidak membuat kita jago dalam menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Masih banyak kalimat yang mbulet bahkan ambigu. Tak apa, namanya juga belajar (alesan wkwk :p).
                7 Agustus 2015, deadline pengumpulan naskah skripsi untuk kelayakan periode 2. Mau tidak mau, harus terkumpul. Begadang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. Tidur 2-3 jam dalam sehari juga sudah biasa. Aku yang pada waktu sudah tidak lagi kos, dengan berat hati harus merepotkan Ajeng dan Mufli untuk menampungku di kos atau di rumahnya agar bisa nyaman beristirahat dan bersih-bersih diri. Tak ada waktu untuk kembali ke rumah, saat itu 2-3 jam sangat berarti untukku. Semakin lama, mereka anggota Lab NPCS semakin tau bagaimana sifat asliku. Siapa bilang Bella pendiem? (emang pendiem kok, bisa disawat sandal ini bagi yang nggak terima :p). Maafkan aku yang seringkali “mbecandain” kalian ya, terimakasih sudah ketawa di setiap guyonanku yang garing plus ga jelas, tapi jangan diinget-inget ya, nanti kalian kangen aku. (wkwkwk cek pedenyaaa bell –“). Hmm mungkin ini adalah imbas aku memakai sabun yang sama dengan Ajeng, atau odol yang sama dengan Mufli, jadinya aku terkontaminasi (hanya anak bimbing Pak Mardi yang paham akan guyonan ini hahaha). Kami semakin dekat, tau kebiasaan masing-masing, juga kejelekan masing-masing. Saling bantu membantu, tak akan kami biarkan salah satu dari kami yang tertinggal. Pokoknya harus bareng-bareng 112.
7 Agustus 2015, sore hari, dengan naskah seadanya, kami berempat diwajibkan oleh dosen pembimbing kami untuk mengumpulkannya jika ingin 112. Alhamdulillaaah, akhirnya terkumpul (sedikit lega, benar, hanya sedikit). Sabtu-Minggu esoknya, kami harus lembur revisi bersama beliau, dari pagi hingga petang. Beliau satu per satu membaca kata tiap kata yang ada di naskah kami, tidak dibiarkan ada kesalahan. Sungguh, hal tersebut membuat kami semakin kagum dengan beliau. Dua hari berlalu, hari Senin telah datang, pagi yang cerah, nampaknya kami belum mengistirahatkan mata kami, tetapi tetap harus kembali diprint sebanyak tiga kali untuk diserahkan kepada penguji kelayakan untuk mengganti naskah sebelumnya, karena hari Rabu merupakan jadwalku ujian kelayakan. Tetapi ternyata, mencari dua dosen penguji (Bu Yulfi dan Pak Fredy) tidak semudah itu, akhirnya hari Selasa barulah naskah itu sampai kepada penguji. 12 Agustus 2015, pukul 12.00WIB, ujian kelayakanku sudah selesai, aku baru bisa menemui beliau setelah istirahat siang. Jam 1 siang, aku sudah tidak sabar melihat hasilnya, aku buru-buru menemui beliau, dan Alhamdulillah, hanya sedikit revisinya, namun cukup membuatku untuk mencetak ulang naskahku.
Hari Jum’at, 14 Agustus 2015 aku mengumpulkan naskah skripsi yang benar-benar fix ke TU Kimia. Aku mendapat jadwal Sidang Akhir pada hari Jum’at, 21 Agustus 2016, dan kebetulan juga pada hari itu merupakan hari terakhir yudisium jurusan periode 2. Dalam hati berdoa semoga bisa dikejar. Aku juga sudah pasrah, dan berusaha tak membiarkan orang tua untuk berharap anaknya bisa lulus tepat 4 tahun, tetapi bukan berarti menyerah, setidaknya orangtuaku bisa mempersiapkan diri atas semua resikonya nanti.
Jum’at, 21 Agustus 2015. Pukul 06.00WIB aku sudah bersiap untuk berangkat ke kampus dari rumah. Pukul 07.15WIB aku sampai di jurusan kimia. Untuk menenangkan hati, aku langsung menuju MusKim (Mushola Kimia). Disana aku bertemu dengan seniorku, mahasiswa S2, mbak itu bertanya, “Maba ya dek?”. Kaget. Dalam hati bertanya, apa wajahku semuda itu ya sampai dikira maba?. Hahaha, angan itu pergi sejak aku melihat baju (dresscode sidang)ku berwarna putih hitam berkerudung putih, sama dengan dresscode kebanggaan maba. Selain itu mengingat hari itu para maba juga sedang ada kegiatan dengan menggunakan dresscode kebanggaannya. Sempurna sudah, alasan yang sangat kuat jika mbak itu menganggap aku maba hehe. Dengan polos aku menjawab, “bukan mbak, ini saya mau sidang akhir mbak.”. Mbak itu bertanya lagi, “kok baru sidang?”. Pertanyaan yang cukup jleb bagiku, dengan ketawa miris aku berkata, “iya mbak, ini baru selesai skripsinya.” Aku yang buru-buru pamitan pergi, dijawab mbak itu dengan doa kelancaran sidang. Aamiin. Bergegas aku menuju ruang diskusi laboratorium untuk membaca, mengulang, berbicara sendiri untuk latihan presentasi. Rasanya tidak ada kata siap untuk sidang hari itu, masih banyak pertanyaan yang belum bisa aku jawab. Mencari jawaban membuatku semakin gugup. Lebih baik berhenti saja, sekarang waktunya menguatkan doa, dan memasrahkan segalanya pada Allah.
Pukul 08.30WIB aku memasuki ruang sidang untuk mempersiapkan segala hal di dalam ruangan. Pagi yang sejuk itu terasa panas, keringat dingin sepertinya sedang ingin menemaniku. Degup jantung terasa begitu dekat dengan telinga, keras, begitu cepat. Napas panjang juga tidak mau kalah memainkan peran, berusaha menghilangkan gugup yang semakin menjadi. Senyum yang terus tersungging sepertinya untuk menghibur diri sendiri, berusaha mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Mulut terus komat-kamit, berusaha meminta Allah untuk melancarkan segalanya. Beruntung ada teman-teman yang menenangkanku. Pukul 09.00WIB aku memasuki ruangan sidang. Aku diuji oleh 3 Professor, dan 2 Doktor, yaitu Prof. Mardi (selaku dosen pembimbing), Prof. Taslim (ketua penguji, sekaligus dosen penguji perwakilan dari lab NPCS, dan kebetulan beliau juga sebagai kepala Lab NPCS), Prof. Irmina (dosen penguji perwakilan dari Lab KME sekaligus dosen waliku), Dr.rer.nat Fredy (dosen penguji perwakilan dari Lab ISA) dan Dr. Eko Santoso (dosen penguji yang juga dari Lab KME).
Sidang dibuka oleh Prof. Taslim. Aku memulainya dengan gugup, tetapi lama kelamaan aku mulai rileks saat presentasi. Kemudian kembali gugup ketika ditanyai oleh penguji. Dan sepertinya aku juga sedikit dikerjai di dalam sidang tersebut, dengan ditanyai sesuatu hal yang aku bingung harus bagaimana, lucu sih, tapi gak bisa ketawa. Beliau menanyakan “kamu pakai kamera apa itu fotonya?”, “Itu pake diedit-edit ya, kayak anak jaman sekarang kan begitu”. Dan aku tetap kekeh menjawab bahwa itu tidak diedit, dan berakhir dengan pernyataan yang mengambang. Aku jadi drop karena bagian itu, merasa gagal menjawab pertanyaan, berefek ke pertanyaan selanjutnya, dan semakin bingung karena pertanyaannya diputar-putar. Atau aku yang sudah tidak konsen sehingga tidak bisa menjawab dengan baik, entahlah –“. Tidak terasa, 1,5 jam sudah aku di dalam ruangan itu, berperang dengan otak untuk mengeluarkan ilmu yang telah dipelajari. Akhirnyaaa…keluar sudah, hanya beberapa menit aku di luar, aku kembali disuruh masuk ke dalam. Disana aku disuruh memilih antara dosen pembimbing, kalab, atau dosen wali untuk memilih menentukan nasibku, lulus atau tidak. Karena yang mengerti kapasitasku adalah dosen pembimbing, maka aku memilih beliau. Penutupan sidang itu berakhir dengan hasil mengambang, aku lulus atau tidak?? Aku harus menemui dosen pembimbingku setelah ini.
Setelah semua dosen penguji pergi meninggalkan ruangan, tiba-tiba aku dikejutkan oleh sahabat-sahabatku yang masuk ke dalam ruangan. Antara lega setelah sidang, takut dengan hasilnya, dan terharu karena ternyata banyak yang peduli kepadaku, aku hanya bisa menangis, entah kenapa. Ketika teman-teman bertanya, aku hanya bisa menjawabnya dengan tangisan diselingi tawa yang ga jelas (maafkan aku yg agak gak jelas suka banget ketawa –“). Aku bersyukur kepada Allah dan mungkin ada kata yang melebihi kata “terimakasih”, aku ingin mengatakan itu kepada mereka semua karena sudah mendukungku sejauh ini, sedalam ini, terimakasih banyaaaaaaak, aku sayang kalian semua :*. Tim Pak Mardi (Ajeng, Gusty, Mufli), Anggota Lab NPCS (khususnya Mbak Rizka, Mbak Lian dan Faisol). Sahabatku Dipta dan Mery yang masih nyempetin dateng, padahal udah lulus dan udah sibuk sendiri-sendiri, rela buatin selempangan, topi dan kue juga, terimakasih sayang-sayangku :*. Hmmm dan keluargaku Klub Keilmiahan ITS plus Mbak Amal yang udah mengintai seminggu terakhir dengan alasan Cuma pengen tau kapan sidangku, sedangkan aku merahasiakannya, makasi yaaa….makasi balon-balon lucu, bunga, dan perhatian kalian ke aku. Terimakasih ya Allah telah mengirimkan malaikat-malaikat tak bersayap seperti mereka. Kalian terbaik lah pokoknya, aku kehabisan kata menggambarkan kalian yang begitu baik ke aku :’).
Setelah shalat Jum’at, aku bermaksud menemui beliau, tetapi aku urungkan karena beliau harus bersiap-siap untuk menguji Gusty, teman satu timku juga. Setelah itu, aku menemui beliau, dan beliau mengatakan bahwa aku masih belum maksimal (aku rasa juga begitu Pak :’( ). Aku yang merasa suaraku sudah sangat keras di ruangan tadi, sepertinya terbantah oleh kata-kata beliau yang mengatakan bahwa suaraku sangat pelan dan bergetar, terlihat sekali gugupnya (kata Ajeng memang suaraku pelan dan sedikit bergetar biasanya). Tapi entahlah, aku lebih menunggu perkataan beliau mengenai hasil sidangku, lulus atau tidak, beliau hanya mengatakan bahwa aku harus segera mengurus naskah-naskahku. Teman-teman dan mbak-mbak bilang itu tandanya sudah lulus, tidak mungkin tidak lulus tapi sudah disuruh ngurus naskah dan menjilidnya. Aku sedikit lega karena kertas untuk publikasi naskah juga sudah ditandatangani. Alhamdulillah, meskipun dapat nilai AB, tetapi legaaa,…akhirnyaaaaaa :’). Malam itu juga kami (tim Pak Mardi) menginap lagi di Lab untuk mengurus naskah. Ajeng yang sudah mendahului sidang akhirnya dengan hasil memuaskan, telah menyelesaikan semua persyaratan yudisium. Ajeng dipastikan wisuda 112. Sedangkan aku dan Gusty mengurus penjilidan naskah, berharap hari Senin masih ada waktu untuk melengkapi persyaratan yudisium Institut, dan Mufly bersiap-siap untuk sidang pada hari Selasa minggu depan.
Hari Senin, Alhamdulillah lagi, ternyata masih boleh mengumpulkan persyaratan yudisium. Sedangkan Gusty masih terganjal TOEFL. Begitu Mufly yang dipilih oleh Allah untuk terus berjuang. Sedih, dahulu kami bersama-sama bahu menbahu agar kami semua lulus 112. Namun takdir berkata lain, Gusty dan Mufly menyusul wisuda 113 karena kurang sedikit saja. Aku dan Ajeng memutuskan untuk tidak membahas apapun yang berurusan dengan wisuda dihadapan mereka karena ingin menjaga hati mereka. Tak ingin mereka sedih dan kecewa. Begitu juga ketika wisuda, kami tak bisa menikmatinya, malah ingin menangis karena mengingat Mufly dan Gusty. Apalagi aku dan Ajeng sama-sama melankolis, cepat sekali kalau dipancing sisi sendunya. Tapi aku sadar, semua pasti ada hikmahnya, aku percaya Mufly dan Gusty adalah orang-orang yang kuat yang dipilih Allah untuk melewati ini semua. Semangaaaaaat Mufly dan Gusty, apapun, siapapun, gimanapun, tidak akan ada yang merusak persepsiku tentang kalian, kalian kereeeeeen!!!. Kalian pasti bisaaaa!!.
13 September 2015, dengan persiapan yang sangat mepet, kebaya wisuda aja baru H-1 wisuda, make up dan jilbab biasa-biasa aja, akhirnyaa..alhamdulillah aku wisuda. Meskipun dengan perasaan hati yang seperti lagunya Padi, "bahagiaku tak sempurna bila itu tanpamu" (ea). Sedih wisuda tanpa Mufly dan Gusty. Hymne ITS dulu yang biasa-biasa ketika dinyanyikan, pada saat itu menjadi sebuah lagu pelepasan, lagu motivasi, juga lagu pengingat akan amanah, beban dan tanggungjawab yang akan dipikul ketika menyandang gelar sarjana. Lirik yang paling mengena..
"Jadi pejuang yang tak kan kenal letih..membangun negeri....."
Aku menyadari kelulusan ini bukan dari kerja kerasku saja, banyak tangan-tangan lain yang membantu, orangtua, keluarga, sahabat-sahabat, mbak-mbak dan adik-adikku, dan tentu pertolongan Allah yang luarbiasa. Alhamdulillahirabbilalamiin… J

"Jangan ragu akan mukjizat-Nya, selalu ada keajaiban-keajaiban bagi orang yang mau berusaha dan terus berdo'a, percaya!"

Ini foto-foto kenangan perjuangan itu.. :)
Check this out :)

Ini Anggota Lab NPCS periode saat itu..meskipun belum lengkap :(