Sesuatu yang abstrak, elastis, bisa naik, bisa turun, tetapi
bisa dirasakan oleh hati dan perasaan setiap manusia yang meyakini-Nya.
Penurunan dan kenaikan iman ini hanya bisa dirasakan oleh
diri sendiri, kecuali penurunan dan
kenaikan itu berjalan secara drastis, pasti dapat dirasakan orang-orang
sekitarnya. InsyaAllah.
Meskipun keimanan seseorang bisa dirasakan orang lain, lebih baik tidak mudah men-“judge” keimanan orang lain itu jelek. Manusia bukan Allah yang menguasai seluruh isi hati, bahkan panca indra yang dianugrahkan oleh Allah kepada manusia memiliki batasan. Ada banyak hal yang tidak manusia ketahui, oleh karena itu, tetaplah berpikir positif.
Bahkan keimanan seorang tokoh agama belum tentu lebih baik
dibanding seorang pencuri sekalipun. Tetapi juga tidak menjudge seseorang yang
terlihat baik dengan mengatakan bahwa kebaikannya hanya ketika terlihat saja.
Sekali lagi, manusia tidak pernah tahu apa yang ada di pikiran dan hati
masing-masing orang. Tetap berpikir positif.
Berpikir postif bukan berarti menanggapi sesuatu secara
berlebihan hingga jatuhnya menjadi ke-GR-an. Berpikir positif juga bukan
berarti tidak waspada, waspada perlu untuk penjagaan diri.
Semoga keimanan kita akan terus bertambah, iman yang
sesungguhnya, hanya untuk mengharap ridho-Nya. Keimanan menjauhkan dari
penyakit-penyakit hati (iri, dengki, dendam), karena penyakit hati akan membuat
manusia menjadi kurang bersyukur, dan terus berpikir negative kepada orang
lain.
Terus memperbaiki diri, semoga Allah memberikan jalan-Nya,
hingga orang lain juga terketuk untuk mengikuti jalan-Nya. Terus berpikir
positif, karena pemikiran kita adalah cerminan orang lain terhadap diri
sendiri. Pemikiran yang baik akan tergambar dari tingkah laku yang baik pula. Terus
menebar manfaat, hingga orang lain merasakannya. Lillahi Ta’ala, tanpa berniat
untuk menyombongkan diri, juga tanpa mengharapkan pamrih.
"Iman itu indah, semoga diri ini selalu bisa merasakan keindahannya, begitu juga manusia yang lain."